Beberapa penonton bisa menyaksikan langsung pertunjukan musik tersebut di LiveSpace, SCBD, Jakarta Selatan atau menonton siarannya di layanan streaming yang ditunjuk, yakni Max Stream, UseeTV, USeeTV Go dan Uzone.id. Konon konser tersebut dapat diakses di 10 negara.
Entah disengaja atau tidak, musikus kelahiran 3 September 1961 itu seakan membagi konsernya dalam tiga babak. Babak pertama adalah 'pemanasan'. Ia membawakan lagu-lagu bernada cenderung riang untuk menghangatkan suasana, sebut saja 'Terbuka', 'Ya Atau Tidak', 'Aku Sayang Kamu' hingga 'Nona'.
Memasuki babak kedua, pria bernama lengkap Virgiawan Listanto itu pun mulai membiarkan penontonnya merasa dekat dengannya. Ia banyak bercerita mengenai keluarganya, mengenai anak dan istrinya.
Dinyanyikanlah lagu-lagu tentang keluarganya dan cerita di balik penulisan lagu itu. Sebut saja 'Annisa' yang ia tulis pada 1984 untuk putrinya, Cikal, saat masih berada dalam kandungan. Ia juga membawakan lagu untuk istrinya yang judulnya diambil dari tanggal pernikahan mereka, '22 Januari'.
"11 tahun kemudian (setelah menikah), saya bikin lagu 'Ikrar'," ucapnya. Ia mengatakan lagu tersebut tercipta karena ia banyak pergi meninggalkan rumahnya selama menjadi musisi.
"Sejak saya pilih musik sebagai jalan hidup, berarti kan saya banyak juga jalan-jalannya," ceritanya. Lagu yang ia juga tulis untuk istrinya tersebut pun ia bawakan.
Penonton juga dibawa Iwan Fals pada kontemplasi-kontemplasi dan hasil pengamatannya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Sebelum membawakan 'Bunga Kayu di Beranda', ia bercerita bahwa lagu itu terinspirasi dari ukiran bunga kayu di halaman rumahnya dulu.
![]() |
Ia juga membawakan 'Berkaca Pada Genangan Hujan'. "Dalam proses melihat air hujan yang jatuh dan menjadi genangan, saya berkaca di genangan itu. Ternyata hal yang biasa bisa menjadi begitu istimewa. Di situ saya tersadar mukzizat itu datang setiap hari," tuturnya.
Setelah menutup lagu tersebut dengan sebuah teriakan yang masih terdengar jernih dan merdu, ia kemudian membawakan lagu 'Berapa'.
Di babak selanjutnya, Iwan Fals membuktikan bahwa dirinya masih lantang. Ia banyak bercanda mengenai kondisi politik dan kegelisahannya terhadap isu-isu terkini. Misalnya saat ia mengomentari pengeroyokan TNI yang berujung pada pengerusakan kantor Polisi di Ciracas, Jakarta Timur yang ia sebut 'bikin pusing'.
"Gimana ya nasib-nasib kita ini," katanya kemudian membawakan lagu 'Serdadu'. Pada sesi ini, penonton mulai memanas. Penonton yang menyaksikan secara langsung tak lagi malu-malu untuk ikut bernyanyi dan berteriak.
![]() |
"Juga soal ekonomi, ini juga bikin pusing. Perang dagang antara Cina dan Amerika, kita jadi kena imbasnya dan jadi 'gorengan' yang laris menuju pemilu 2019. Kalian pilih siapa? Satu? Dua? Kalau saya pilih ini!" candanya sambil mengacungkan tangannya yang membentuk lambang metal. Kelakar tersebut disambut tawa oleh seisi ruangan. Lagu 'Mimpi Yang Terbeli' pun ia bawakan.
Tak hanya menyanyi, Iwan Fals malam itu juga memainkan gitar dan harmonikanya. Ia pun mengganti gitarnya. "Ini gitar nggak dimainin, dia melototin saya dari tadi. Rupanya dia juga butuh kerjaan," katanya lagi.
'PHK', 'Pesawat Tempurku', hingga 'Balada Orang-orang Pedalaman' menjadi lagu-lagu yang sukses membuat semangat penonton semakin membara. Iwan Fals juga berbicara mengenai keseimbangan alam. Menurutnya, bila manusia tak segera belajar untuk menjaga keseimbangan alam, hal itu bisa menyebabkan bencana terjadi.
Ia kemudian membawakan lagu yang ditulisnya saat ada peristiwa Tsunami di Aceh pada 2004 silam, 'Harapan Tak Boleh Mati' yang dilanjutkan dengan 'Nyatakan Saja' dan 'Adalah'.
Menjelang akhir konser, pria berusia 57 tahun itu memberikan kejutan kepada para penggemarnya yang menonton. Ia ditantang untuk membuat lagu langsung di panggungnya. Meski demikian, ia mengaku telah mempersiapkan syairnya terlebih dahulu.
Sebuah lagu pun ia mainkan. Menurutnya, lagu tersebut terinspirasi dari orang-orang yang kerap menghujatnya melalui media sosial. Dalam lagu itu ia mengungkapkan keheranannya ketika orang-orang memintanya untuk 'kembali seperti dulu'. Ia bertanya lewat lagunya, 'Memangnya yang dulu itu apa?'.
![]() |
"Untuk temanku yang keren-keren, baik yang menghujat dan yang tidak menghujat, harapanku semoga kalian tidak ikut-ikutan karena ikut-ikutan itu tidak ada habisnya," nyanyinya.
Setelah lagu itu usai, seorang penonton berteriak bertanya apa judul lagu itu. Sambil terkekeh, Iwan Fals menjawab, "Nggak tahu judulnya apa, nyanyi ngaco aja," jawabnya disambut tawa para penonton.
Seperti judul konsernya, 'Nyanyian yang Tersimpan', nyaris tak ada tembang-tembang tangga lagu yang dibawakan oleh Iwan Fals malam hari itu. Tak ada 'Bento', 'Bongkar', 'Kemesraan', atau 'Yang Terlupakan' dimainkan di konser tersebut.
Bahkan saat penonton meminta sang idola untuk menyanyikan tembang yang kerap jadi pemungkas pada penampilannya itu, Iwan Fals hanya mengatakan, "Masih banyak lagu-lagu yang perlu dinyanyikan ulang. Kalau soal 'Bongkar' sama 'Bento' gampang lah kalian pada tahu."
"Tapi yang lebih penting gimana caranya harus 'Bongkar' itu, gimana caranya biar nggak jadi 'Bento'. Yang paling penting kita silaturahmi," sambungnya sembari mohon undur diri untuk mengakhiri konser. Pertunjukan musik tersebut kemudian ditutup dengan lagu berjudul 'Untukmu Indonesia'.
Malam itu, Iwan Fals menunjukkan bahwa dirinya masih memiliki kegelisahan dan masih nyaring mengungkapkannya. Seperti lirik lagu 'Nyatakan Saja' yang ia nyanyikan malam itu. "Walau diam adalah emas / Yang jelas diam adalah diam / Diamlah diam kalau kau suka / Tetapi kenyataan harus dinyatakan", Iwan Fals memilih untuk tidak hanya diam. (srs/ken)