Indonesia saat itu memang masih berusia belia. Lepas dari penjajahan dan perang pasca kemerdekaan, Indonesia tak ubahnya seperti remaja yang masih mencari identitasnya.
Namun musik sebenarnya universal. Tak terbatas oleh bangsa dan budaya manapun dan tak seharusnya menjadi hal yang dilarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terbentuk dengan nama Nirma Puspita dan Irama Puspita sebelumnya, Dara Puspita bertransformasi menjadi band beranggotakan Titiek Adji Rachman atau Titiek AR (gitar), Lies Soetisnowati Adji Rachman atau Lies AR (bass), Susy Nander (drum), dan Ani Kusuma (gitar) di tahun 1964.
Suatu hari, Lies AR harus mengikuti ujian di Surabaya. Didapuklah Titiek Hamzah menggantikan posisi Lies AR memainkan bass (awalnya) sementara. Betah bermain di Dara Puspita, Titiek Hamzah akhirnya menetap untuk bermain bass.
Sedangkan Lies AR kembali dengan menggantikan posisi Ani Kusuma yang saat itu memutuskan hengkang.
Pertemuan Titiek Hamzah dengan Dara Puspita tak lepas sebuah festival musik yang diikutinya saat berusia 8 tahun. Pada saat itu, ia tergabung sebagai gitaris dalam sebuah band beraliran jazz.
Titiek AR pun menemui ibunda Titiek Hamzah untuk memintanya menjadi personel Dara Puspita. Awalnya restu orang tua belumlah turun. Saat libur sekolah, barulah Titiek Hamzah diperbolehkan untuk manggung bersama Dara Puspita.
"Ketiga kali beliau minta saya, karena liburan, oke saya berangkat, I just follow my heart. Itu kaya mengalir kaya air. Itu 21 April (saat itu) berangkat. Dengan uang Rp 1.000,- di tangan masing-masing. Perjanjiannya kami berangkat naik kereta api," kenang Titiek Hamzah saat ditemui detikHOT di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
![]() |
Pada perjalanannya, Dara Puspita menjadi nama yang diperhitungkan. Bukan hanya di Indonesia, namun juga di mata internasional. Musik rock yang saat itu dianggap milik laki-laki -- terlebih lagi kerap dilarang di Tanah Air -- mampu mereka bawakan dengan apik.
Dara Puspita seakan membuktikan bahwa musik tercipta untuk semua orang, tak terbatas oleh identitas budaya maupun gender.
Nyatanya, Titiek Hamzah mengaku, ia dan rekan-rekan tak pernah sengaja untuk mendobrak stigma yang ada. Ia berkisah bahwa para personel Dara Puspita hanyalah sekelompok perempuan yang mencintai musik dan ingin menghibur orang dengan karya-karya mereka.
"I dont care, saya nggak peduli. Saya suka main musik, musik itu universal. Itu saja. Saya nyanyi apa saja. Karena kami menghibur dan segala bunyi-bunyian buat saya adalah musik," tegasnya.
Sempat Dilarang
Perjalanan karier Dara Puspita tak selalu mulus. Mereka sempat dilarang karena menyanyikan lagu-lagu The Beatles.
Hal itu dimula saat Dara Puspita tampil bersama Kuarta Nada di sebuah panggung menghibur orang-orang dari kedutaan. Mereka membawakan lagu-lagu The Beatles dan Koes Bersaudara (Koes Plus) yang saat itu masuk penjara karena memainkan musik yang dianggap 'ngak ngik ngok'.
Meski sudah berselang puluhan tahun, rasanya masih hangat diingatan Titiek Hamzah tentang peristiwa itu. Ia mengaku masih ingat betul bagaimana ia dan rekan-rekan satu bandnya diinterogasi dari pagi hingga siang.
"Kami berangkat dari rumah di Pulo Raya naik bemo ke pengadilan di Hayam Wuruk. Jam 7 pagi sampai jam 2 (siang), dengan segelas air putih, kami ditanya-tanya," cerita Titiek.
Yang ditanyakan adalah kenapa menyanyikan lagu The Beatles dan apakah mereka tahu bahwa lagu The Beatles tengah dilarang.
Hingga saat ini, Titiek Hamzah mengaku masih heran apa yang membuat lagu-lagu dari band asal Inggris tersebut dilarang di Indonesia kala itu. "Kita boleh melarang orang buat jatuh cinta, tapi perasaannya nggak bisa dilarang," katanya mengenai kecintaanya pada The Beatles.
Ada kejadian lucu selama mereka dilarang menyanyikan lagu rock n roll. Sebulan berselang, mereka kemudian diminta tampil di Komdak Metro Jaya (sekarang Polda Metro Jaya).
Saat itu mereka diminta memainkan lagu-lagu yang dilarang dan yang tidak dilarang. Saat menyanyikan lagu 'A Hard Day's Night', kepolisian menyebutkan lagu tersebut dilarang.
![]() |
Akan tetapi giliran mereka memainkan lagu 'I Can't Get No Satisfaction', sang polisi bertanya, "Ini lagu siapa?" mereka menjawab bahwa lagu tersebut milik The Rolling Stones. Polisi malah memperbolehkan.
Akhirnya mereka mencoba menguji polisi dengan memainkan 'Mr. Moonlight' dari The Beatles. Ditanyai itu lagu milik siapa, mereka pun menjawab, "Lagu dari Liverpool". Nyatanya, mereka diperbolehkan memainkan lagu itu dan aparat tidak menyadari bahwa lagu itu milik The Beatles.
"Dari situ saya dan kakak-kakak saya (Titiek Hamzah menganggap personel Dara Puspita lainnya kakak karena ia paling muda) menganalisis, ini mereka-mereka ini disuruh melarang, tapi mereka nggak tahu definisinya," ujar Titiek.
Peristiwa dan masa-masa itu tergambar layaknya komedi satir. "Kami diikuti ke mana-mana oleh kejaksaan, begitu tahun baru, kami disuruh main, mereka dansa di lagu 'Twist and Shout'. Very interesting but not funny," sambungnya.
Tur Lebih dari 250 Kota di Eropa
Di Eropa, nama Dara Puspita begitu mahsyur. Mereka bahkan dijuluki sebagai 'The Beatles from Indonesia'. Selama tur Benua Biru itu, mereka dikenal sebagai Flower Girls yang tak lain adalah padanan bahasa Inggris dari Dara Puspita.
Mereka berangkat pada 1968. Total ada 250 kota lebih yang mereka jajaki selama tur Eropa. "(Di Eropa) digendong-gendong kami, kami dianggapnya anak kecil," kenang Titiek Hamzah.
Karier mereka di Eropa semakin moncer setelah bertemu dengan mantan manajer The Beatles, Collin Johnson, yang kemudian menjadi salah satu manajer mereka selama di Eropa.
![]() |
Sayangnya, meski The Beatles adalah band yang sangat memengaruhi Dara Puspita, mereka tak sempat bertemu dengan idolanya saat di Eropa.
"(Karena) Beatles waktu itu sedang proses bubar. Tapi kami ketemu sama band-band super group (lainnya) di sana," ujar Titiek.
Memutuskan Bubar
Panggung yang akhirnya menjadi rutinitas baginya, Titiek Hamzah pun mengutarakan keinginannya untuk menikah, membina keluarga, dan tetap berkarier di belakang layar.
Pada 11 September 1971, sepulang dari tur Eropa, Titiek Hamzah pun mengirimkan surat yang menyebutkan keinginannya untuk mengundurkan diri dari Dara Puspita.
Menurutnya saat itu, band yang menaunginya itu jalan di tempat. "Perjalanan bukan di tempat, ini statis," ucapnya.
"Teman-teman saya masih menawar-nawar keputusan saya tanggal 11 September (1971) saya mengundurkan diri. Tapi dipikirnya karena saya anak kecil, cuma karena kesel. Padahal nggak, Itu sudah akumulasi," urainya.
Akhirnya pada 1972 di Makassar, Dara Puspita resmi bubar. "Saya nggak mau main band lagi, tapi saya menulis lagu," ujar Titiek.
Selama perjalanan kariernya, ada banyak lagu-lagu mereka yang tak hanya menjadi hits namun juga arsip sejarah bagi perkembangan musik Indonesia, sebut saja 'Surabaya', 'Soal Asmara', 'Burung Kakaktua', 'Ba DaDa Dum', hingga 'Pantai Pataya' dan lain-lain. (srs/nu2)