14 Tahun Kepergian Munir dan Suara Efek Rumah Kaca yang Masih Lantang

14 Tahun Kepergian Munir dan Suara Efek Rumah Kaca yang Masih Lantang

Dicky Ardian - detikHot
Minggu, 09 Sep 2018 15:11 WIB
Foto: dok. Twitter Efek Rumah Kaca
Jakarta - Tahun ini, masyarakat Indonesia baru saja melewati tanggal 7 September ke-14 setelah Munir tiada. Kasus itu belum juga tuntas sehingga suara Efek Rumah Kaca masih terdengar lantang.

'Di Udara' berada di track ke-7 album debut Efek Rumah Kaca yang berjudul sama dengan nama band pop indie itu. Lagu tersebut memang dibuat untuk Munir Said Thalib, seorang aktifis Hak Asasi Manusia.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, Munir meninggal dunia karena di bunuh dalam perjalanannya menggunakan pesawat ke Belanda dari Jakarta. Peristiwa itu terjadi pada 7 September 2004.

Cholil Mahmud, sang vokalis pertama kali mendapatkan ide untuk membuat lagu itu sesuai menyaksikan 'Garuda's Deadly Upgrade', sebuah film investigasi buatan Off Stream. Ide tersebut lahir setahun setelah Munir wafat.

Kekaguman Cholil dengan sosok Munir yang serius menyoroti kasus HAM menjadi latar belakang hadirnya 'Di Udara'. Sebagai musisi, Cholil mengaku perlu juga bersuara.



Di dapur lirik, Cholil menggelar riset mengenai Munir. Data yang tersaji di dunia maya dan kisah layar lebar juga dijadikan bahan untuk materi lagunya tersebut.


Aku sering diancam

juga teror mencekam

Kerap ku disingkirkan

sampai di mana kapan


Ku bisa tenggelam di lautan

Aku bisa diracun di udara

Aku bisa terbunuh di trotoar jalan

tapi aku tak pernah mati

Tak akan berhenti



Hingga kini, Efek Rumah Kaca masih terus menjadikan 'Di Udara' sebagai jagoan di setlist manggungnya. Cara itu juga bisa diartikan Cholil, Adrian dan Akbar masih ingin terus bersuara lantang mengenai penuntasan kasus Munir. (dar/wes)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads