Hal tersebut karena adanya atraksi kesenian musik khas Sunda kreasi Iman Jimbot dari Insitut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung di kediaman resmi Duta Besar Indonesia di London, Rizal Sukma, Wisma Nusantara, yang beberapa hari lalu. Gelaran tersebut merupakan bagian dari acara halal bihalal.
Dalam aktraksinya, tampil sejumlah instrumen musik khas Sunda, di antaranya kecapi, suling, dengung, dan kendang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Kami tidak pernah mengira orang Sunda memiliki jenis seni musik, tari, dan drama yang sangat menarik ini. Kami tidak pernah tahu hal itu. Kami sangat menikmati keindahannya," ujar Gary Griffiths yang bersama Paul Smith mengelola Havering Music School (HMS).
Tahun ini, keduanya bermitra dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan dalam program residensi seniman angklung di HMS.
Acara tersebut dihadiri oleh 1.600 tamu, termasuk di dalamnya adalah kolega dan mitra KBRI. Selain memainkan lagu-lagu religi dalam bahasa Sunda, sejumlah lagu berbahasa Inggris juga turut dimainkan.
'Overture', 'Fragile', hingga 'English Man in New York' menjadi beberapa lagu yang dibawakan.
Tidak hanya sajian musik dari Iman Jimbot, sejumlah seniman Sunda lainnya pun turut memeriahkan acara tersebut. Mereka adalah Lili Suparli dan Rudi Mukhram. Kedua seniman sedang mengikuti program Residensi di Universitas Goldsmiths. Mereka menyajikan atraksi si Cepot dan Dawala, dua tokoh punakawan dalam wayang golek.
Selain itu, tampil Hendrawati melantunkan tembang Cianjuran. Ia adalah murid dari pesinden (alm) Euis Komariah.
"Kecapi, suling, kendang, wayang golek, Jaipong, dan Cianjuran, merupakan representasi keunikan dan keunggulan Jawa Barat. Semua itu mengingatkan masa-masa saya tinggal di Bandung awal 1980-an. Sekalipun saya ini asli orang Aceh, saya sangat bisa menikmati seni Sunda ini," tutur Rizal Sukma. (srs/tia)