Bagi Iwan, peristiwa terbakarnya kapal yang merenggut 431 korban jiwa (143 mayat ditemukan, 288 hilang dan mungkin tenggelam bersama kapal) bukan semata takdir Tuhan. Tapi lebih karena kelalaian manajemen perusahaan. "Hatiku rasa, bukan takdir tuhan, karena aku yakin itu tak mungkin."
Tak cukup sampai di situ. Lewat lagu bertajuk 'Celoteh Camar Tolol dan Cemar' yang dirilis pada 1983 itu, Iwan tegas menuding adanya praktik korupsi di balik pembelian Tampomas. Ia juga mengkritik media massa kala itu yang terkesan bungkam, juga aparat hukum melempem untuk menguak skandal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu pun dalam memotret targedi tabrakan kereta api di Bintaro pada 19 Oktober 1987 yang menewaskan 153 orang dan menyebabkan 300 orang luka-luka. Ia dengan tajam mengkritik manajemen perusahaan maupun para pejabat pemerintah yang menangani masalah transportasi massal. Iwan tak terima dengan kebiasaan sikap para pejabat kita yang mudah menyebut setiap kecelakaan sebagai musibah.
"Berdarahkah tuan yang duduk di belakang meja. Atau cukup hanya ucapkan belasungkawa aku bosan. Lalu terangkat semua beban di pundak. Semudah itukah luka-luka terobati."
(jat/nu2)