Melly Goeslaw dan Gita Gutawa Nyanyikan Lagu untuk Film 'Kartini'

Melly Goeslaw dan Gita Gutawa Nyanyikan Lagu untuk Film 'Kartini'

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Selasa, 21 Mar 2017 20:56 WIB
Foto: Dyah Paramita Saraswati
Jakarta - Untuk mengisi soundtrack dari film 'Kartini', penyanyi yang telah mengisi berbagai soundtrack film, Melly Goeslaw, menggandeng penyanyi bersuara khas, Gita Gutawa. Keduanya berduet dalam lagu berjudul 'Memang Mengapa Bila Aku Perempuan?'

Melly Goeslaw ternyata memiliki alasan sendiri mengapa dirinya memilih Gita Gutawa sebagai teman duetnya.

"Saya lihat dia sosok anak muda yang concern banger sana seni. Dia juga sangat selektif memilih dan dia concern banget sama pendidikan," ujar Melly pada acara peluncuran trailer dan soundtrack film 'Kartini' yang diadakan di Djakarta Theatre, Selasa (21/3/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya selektif memilih teman duet untuk menyanyikan lagu ini, Melly juga memiliki cerita unik mengenai terciptanya lagu ini.

Setelah menonton filmnya sebelum menciptakan lagu, Melly justru merasakan beban yang mendalam. Pasalnya ia tahu, lagu yang ia buat harus mampu menyampaikan pesan dan merepresentasikan sosok Kartini.

"Saya mau nangis, suaah sekali bikin lagu untuk film ini. Luar biasa filmnya bagus banget, jadi beban gitu ya," ceritanya.

Ia pun memutuskan untuk menceritakan kegelisahannya kepada Christine Hakim yang juga turut berperan dalam film tersebut sebagai Ngasirah. Dari aktris berdarah Sumatera Barat tersebut, Melly mendapat saran untuk melakukan solat malam.

"Akhirnya keluar lah judulnya 'Memang Kenapa Bila Aku Perempuan?', karena aku lihat Kartini ini ingin melakukan banyak hal yang dianggap tabu dan terlarang hanya karena dia perempuan," tutur Melly.

Melly menggarap lagu tersebut selama dua bulan. "Ini paling lama. Dua bulan itu baru lagunya aja belum musiknya," katanya lagi.

Dalam penggarapan musik, Melly Goeslaw dibantu oleh Anto Hoed. "Ini adalah salah satu yang tersulit yang pernah saya kerjain," aku Anto Hoed pada kesempatan yang sama.

"Ini adalah sebuah perjuangan, dengan intelektual, dengan kesedaran yang tinggi bahwa perempuan di kala itu tidak memiliki otoritas sama sekali," ucap Anto Hoed lagi. (srs/dar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads