Konser tunggal biasa identik dengan nama-nama musisi atau band besar yang sudah sering nampak di layar kaca. Anggapan skeptis tersebut sepertinya kini sudah tak cocok lagi.
Para musisi yang 'ngumpet' dari layar kaca atau lebih banyak terlihat di atas panggung kini juga mulai membuat konser tunggal. Dan, hasilnya konser mereka tak kalah menarik perhatian dibandingkan para musisi "mainstream".
Tak perlu memakai pendanaan yang wah dan tempat yang megah, konser tunggal idealis para musisi independen seperti sukses membuktikan diri. Hal itu nampak dari dua minggu di pertengahan awal tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tapi ERK sukses dengan idealisme mereka. Bermain dengan tata panggung yang simple tapi punya makna dan arti yang dalam. Belum lagi bicara aransemen pun bukan yang standar-standar saja.
ERK bermain dengan orkestra meski dalam sekala kecil. Mereka membagi konsernya menjadi dua segmen. Pertama, ERK tampil dengan lagu-lagu lamanya dengan sentuhan orkestra, dan pada segemen kedua, mereka membawakan lagu-lagu dari album baru 'Sinestesia' persis seperti dalam album.
Sentuhan kecil dari choir anak-anak hingga beberapa ornamen lain dibawakan secara massif ke atas panggung konser 'Sinestesia'. Sebagai catatan ada lebih dari 1200 tiket terjual habis dan tentu saja angka tersebut bukan jumlah yang kecil.
Dan, kemudian pada Rabu (20/1) malam, giliran Frau yang tampil mempesona lewat konser 'Konser Tentang Rasa'. Meski skalanya terbilang lebih kecil, Frau sukses menghipnotis lebih dari 500 orang yang khusus menyempatkan datang hanya untuk melihat seorang gadis 'bercengkrama' dengan keyboard-nya.
![]() |
Gedung Kesenian Jakarta seperti menjadi saksi bisu betapa Frau bisa membuai, menyihir hingga membuat ratusan penonton terhanyut lewat lagu-lagunya. Tentu saja, bukan cuma ERK atau Frau yang telah sukses melakukan hal tersebut.
Beberapa nama lain seperti White Shoes & The Couples Company hingga Sore pun pernah mencatatkan prestasi yang sama. Tentunya semua itu menjadi bukti eksistensi para musisi indie yang berkutat dengan musik-musik "sidestream", yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Meski tak 'sejalan' dengan selera pasar, tapi para musisi indie tetap punya 'power' yang ikut memberi pengaruh dan warna tersendiri bagi industri musik Indonesia.