Menariknya, Pure Saturday bermain di hadapan penonton yang berbaring rapi memenuhi panggung De Majors. Memang, panggung tersebut sengaja memanjakan penonton dengan karpet dan bantal untuk bersantai.
Lagu-lagu seperti 'Bangku Taman' dan 'Cokelat' dibawakan Pure Saturday dengan merdu. Iringan suara latar dari penonton membuat dinginnya venue tak lagi terasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya di panggung utama Plenary Hall, salah satu solois lokal paling populer saat ini, Tulus, naik pentas. Sebelum tirai dibuka, antusias penonton sudah terasa.
Begitu mulai, Tulus tidak langsung muncul, lebih dulu tiga penyanyi latar bernyanyi. Bersama personel pengiring lain, termasuk seksi alat tiup, mereka memainkan 'Merdu Untukmu'. Barulah kemudian penyanyi asal Bukit Tinggi, Sumatera Barat itu muncul dengan 'Baru'.
"Ini lagu yang saya tulis untuk menggambarkan sakit hati. Bagi saya, sakit hati itu bak bumerang," ujar Tulus menyambung lagu selanjutnya, 'Bumerang'.
Mengenakan kemeja berwarna merah-hitam, lagu demi lagu dinyanyikan Tulus. Mulai dari 'Gajah', 'Satu Hari di Bulan Juni', 'Teman Hidup' dan 'Lagu Untuk Matahari' yang bernuansa dance. Tanpa henti penonton menemani musisi bernama asli Muhammad Tulus itu dengan koor panjang.
Lagu daur ulang milik Jikustik, '1000 Tahun Lamanya' turut dibawakan. Lagu yang masuk dalam proyek musikalnya bersama Pongki Barata itu berubah nuansa, terdengar seperti modern jazz.
'Jangan Cintai Aku Apa Adanya', 'Sepatu', menjadi lagu berikutnya yang dibawakan sepanjang hampir satu jam penampilannya. Kemana lagu 'Sewindu'? Tenang saja, hits tersebut dimainkan berikutnya, menjadi penutup penampilan Tulus di Soundsfair 2014, JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (25/10/2014).
Jangan dulu pulang karena gelaran perdana milik Java Festival Production itu masih berlanjut hingga lewat tengah malam nanti. Masih ada sejumlah nama yang menarik ditonton, misalnya Gilbert Pohan dan Angsa & Serigala.
(hap/ich)











































