"Ini seperti jeruk makan jeruk. Para Musisi memakan hak-hak teman-temannya sendiri," ujarnya tegas saat ditemui di Kantor Nagaswara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014).
Menurut pria bernama asli Benny Hadi Utomo itu, maraknya pelanggaran atau pembajakan hak cipta juga dipicu oleh menurunya penjulan karya musik dalam bentuk fisik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan menurut Bens, hal seperti ini juga terjadi di kalangan musik indie atau 'side-stream'.
"Sebagian dari mereka lagunya ngetop di YouTube, atau situs musik lainnya. Nah tiba-tiba sudah ada di rumah karaoke. Bedanya, mereka tidak tahu mau mengadu ke mana," jelas pengamat musik kelahiran Pasuruan, Jawa Timur itu.
"Kalau mau disahkan secara hukum, harganya mahal sekali. Sekitar Rp 200,000. Itu aneh, bahkan pihak kementerian pun tidak bisa menjawab dari mana angka itu datang. Bagaimana kalau ada musisi jalanan yang ingin mematenkan karyanya, ada lima lagu? Kenapa nggak cuma Rp 6,000 saja, seharga materai," tutup Bens Leo emosional.
(hap/mmu)