Berbeda dari kebanyakan musisi jazz di gelaran ke-10 Java Jazz Festival, Sudjiwo Tedjo menciptakan sendiri musik jazz miliknya. Musik khas tradisional Jawa, lengkap dengan dendangan suaranya. Belum lagi, musisi yang juga dalang itu mengangkat wayang-wayang kulit miliknya.
Dibuka dengan tembang 'Titi Kolo Mongso', Sudjiwo Tedjo langsung 'menggila'. Berjoged liar dan menarik paksa seorang penonton wanita ke atas panggung.
"Kalau ada Peter F. Gontha saya mau bilang, ngapain dia undang penyanyi luar negeri buat main jazz. Sinden-sinden di Banyumas itu sudah jazz," selorohnya sembari berdendang, membuat penonton tertawa.
Apalagi ketika Mbah Tedjo sudah berfilosofi. "Aku ciptakan Kijang Kencana untuk Sinta. Karena perempuan suka keabadian. Itu kenapa perempuan pejabat klepek-klepek saat nama mereka dituliskan oleh penyair," ujar Mbah Tedjo membuat penonton berteriak.
"Kepalamu boleh 100 dan aku hanya 10. Tapi isi 10 kepalaku isinya Sinta," tambahnya lagi disambut tepuk tangan ratusan orang.
Hal yang selalu menarik dari penampilan Sudjiwo Tedjo adalah cerita dari tiap lagu yang dinyanyikannya. Cerita yang juga dipadukan dengan aransemen musik tradisonal yang berkelas.
Seperti saat dia menyanyikan ulang lagu hits milik Frank Sinatra 'Fly Me To the Moon', yang disulap sedemikian rupa hingga hilang karakter lagu aslinya. Beberapa lagunya sendiri juga sangat menghibur penonton yang duduk dengan nyaman, seperti 'Bianglala', Titi Kolo Mongso' dan 'Pada Sebuah Ranjang'.
Lagu penutup, single berjudul 'Jancuk' membuat seisi ruangan berdiri dan meneriakkan kata 'laknat' itu bersama-sama.
Setelah gila-gilaan bersama Sudjiwo Tedjo, pengunjung Java Jazz Festival 2014 langsung disuguhi musik jazz orisinal dalam sebuah penampilan bertajuk 'Tribute the Legendary Jazz Of Indonesia'. Diketuai oleh musisi senior jazz Indonesia, Benny Likumahuwa.
Menariknya super group itu terdiri atas empat pemain alat tiup berbeda tipe, mulai dari saxophone, trombone dan terompet. Bergabung juga di dalamnya, pemain bass Barry Likumahuwa.
Sesuai dengan namanya, karya-karya yang dibawakan tak cuma berasal dari milik mereka, tapi juga musisi jazz legendaries Indonesia lainnya, seperti 'KLM' milk Jack Lesmana atau 'Shang and Darin' milik Bubi Chen yang dibawakan bersama pianis jazz berumur 10 tahun terbaik di dunia, Joey Alexander.
Alunan musik jazz terbaik bermain apik di penghujung malam. Melodi dan harmoni khas musik tertua itu saling bersahutan melalui alat musik.
Penampilan mereka ini menjadi salah satu yang terakhir rangkaian Java Jazz Festival tahun ini sebelum pertunjukan oleh India Arie.
(hap/ich)