Sulitnya Membuat Versi Akustik Lagu Rap-rock

Gelora Rap Rock Indonesia (3)

Sulitnya Membuat Versi Akustik Lagu Rap-rock

- detikHot
Senin, 23 Sep 2013 13:25 WIB
Jakarta - Di ramainya ruang kota ini, masih ada tempat untuk merefleksikan diri dan berpikir lebih dalam untuk memaknai kehidupan. Ini ada di program bulanan dari komunitas Listen to the World.

Program gratis dan terbuka untuk umum ini, biasa menyajikan musik dalam format diluar arus utama dan diskusi seputar musik.

Pada salah satu kesempatan, Kripik Peudeus diajak untuk mengisi acara ini, namun penyelenggara meminta band cadas itu untuk membawakan lagu dalam versi akustik, agar sesuai dengan ambience dari acara itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini bak teguran keras bagi para personil Kripik Peudeus yang selama ini merayakan distorsi tingkat tinggi. "Ini jadi tantangan buat kita, karena memang kita enggak pernah bikin versi akustik," ujar David Tandayu, rapper Kripik Peudeus kepada detikHOT, Rabu (18/9/2013).

Bermodal latihan dua kali mereka nekat menjawab tantangan ini. "Dan ini pertama kalinya gue pegang cajon," kata Gusse Adhitya, drummer Kripik Peudeus.

"Teman-teman di Listen to the World memberi sambutan yang bagus, pendengar juga banyak yang suka. Akhirnya mulai ada omongan untuk bikin album aja. Ini bertepatan dengan ulang tahun Kripik Peudeus ke 15, tahun lalu."

Format baru ini, akhirnya menjadi sebuah gaung yang menandai eksistensi mereka sejak 1997 itu. Album yang bertajuk #Kripcoustic ini berisi enam lagu dari album pertama dan kedua mereka.

Bagi personil Kripik Peudeus sendiri, ternyata memang tidak mudah untuk mengaplikasikan format akustik ke musik mereka. "Memang kita merasa seru juga dengan format akustik. Disini kita ditambah dengan instrumen keyboard dan saksophone. Kesulitannya itu untuk mengaransemen kembali musik-musik kita," kata Emil Pahlevi, gitaris Kripik Peudeus.

Album #Kripcoustic rilis pada 23 Agustus 2013 lalu, di Grand Indonesia, Jakarta. Pada acara peluncuran tersebut mereka mengundang Berry dari band Saint Loco untuk tampil bersama. Single pada album terbaru ini berjudul Karpet Merah, dalam pekan ini mereka juga akan merilis video klip dari lagu tersebut.

Kedepannya mereka tak menjanjikan adanya format akustik atau kembali menggunakan distorsi gitar, yang penting bagi Kripik Peudeus adalah untuk tidak pernah berhenti berkarya.

"Karena kita ngeband ini enggak pernah mikiri tren. Kita berkarya dari apa yang kita suka dan mampu, apa adanya juga. Ini juga yang membuat kita merasa seperti keluarga banget," kata Emil.

Gusse kemudian menjelaskan apa yang menjadi ruh dalam band yang termasuk pioneer dalam aliran musik Rap Rock di Indonesia ini. "Rock itu sudah mendarah daging, tapi gue juga suka rap. Jadi walaupun sekarang ada sentuhan akustiknya, spirit rap rock ini tetap kita bawa."

Ia menjelaskan, bahwa antara Rap dengan Rock sebenarnya seperti dua kutub yang berlawanan, dan ini bisa tercampur dengan baik berkat isi kepala yang terbuka dan siap menerima kemungkinan apapun dalam musik.

***

Emil berharap dari karya yang ia goreskan bersama Kripik Peudeus ini, ia bisa menebarkan inspirasi dan semangat bagi pendengarnya. Hal ini diamini oleh David, "Ingin berbagi energi positif dan pikiran positif. Ini kan seni, seni buat gue seharusnya tidak menyakiti, jadi bikin orang senang."

Bicara fanbase, meski ini lahir diluar rencana, Kripik Peudeus menamai kelompok penggemarnya sebagai layolretropus. Bila dibaca terbalik dari kanan ke kiri ini artinya suporter loyal. Mereka menjelaskan salah satu keuntungan ada di label indie ini, adalah bisa tidak memiliki jarak dengan pendengarnya. Selain itu mereka juga tak jarang memberi bantuan bagi Kripik Peudeus.

"Misalnya salah satu pendengar kita dari Yogyakarta, dia menawarkan untuK support merchandise kaos dari Kripik Peudeus dengan clothing-an miliknya, dan ini gratis," kata Gusse.

(utw/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads