Belakangan musik Indonesia dihujani band-band pendatang baru. Tak dipungkiri 70% dari mereka mengusung aliran musik Melayu juga membawakan lagu cinta menye-menye. Hal tersebut menjadi pembahasan menarik bagi pelaku musik lawas.
"Lagu kok dieja. Kita sudah dininabobokan dengan sesuatu yang absurb. Sampai nggak tahu harus apa dengan lagu ini. Sekarang semua band nadanya sama, intonasinya sama, range-nya sama. Sampai fals-nya sama," ujar Heydi Ibrahim sang vokalis ketika menyambangi studio Detikhot, Jl Warung Jati Barat, Jakarta Selatan, Rabu (26/1/2011) sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Power Slaves rock n roll adalah sebuah sikap. Hanya dengan menenteng gitar akustik dan bermodal suara, jika Anda sudah bisa bernyanyi dengan benar, rock n roll akan tumbuh sendirinya tanpa harus banyak gaya.
"Kadang mereka belum paham sama apa (alat) yang dia mainin. Mereka belum tahu apa itu rock n roll tapi bergaya seperti itu," tutur Anwar.
"Kalau saya pribadi. You can play music tanpa atribut seabreg. Tanpa sepatu Anda bisa main baik dan benar. Saya curiga apa ini main rock n roll ala bu guru sehingga dieja," tandas Heydi.
Band yang pernah mempopulerkan lagu 'Malam Ini' itu akhirnya menyikapi bermunculannya band-band baru dan musik Melayu sebagai proses. Bagi mereka, fase tersebut mungkin memang harus dialami musik Indonesia.
"Saya antara gemes dan berusaha untuk mengerti semua. Cuma ya kadang suka berkecamuk," jelas Heydi.
Setelah lima tahun tanpa karya baru, kini Power Slaves mencoba bangkit kembali. Mereka merilis mini album bertajuk 'Jangan Kau Mati' dengan single berjudul serupa.
(yla/mmu)