Film tersebut berjudul 'Puisi Tak Terkuburkan' yang tayang pada tahun 2000 silam. Tapi dalam daftar itu tidak diurut dari yang terbaik.
"Jadi dari para kritikus atau pengamat perfilman Asia diminta oleh BIFF untuk memilih 100 film terbaik sepajang masa. Tapi tidak dalam urutan, lalu mereka memilih film 'Puisi Tak Terkuburkan' dari Indonesia," ungkap Garin saat ditemui dalam jumpa pers film terbarunya 'Aach... Aku Jatuh Cinta (AAJC)' di kantor Multivision Plus, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena film itu memang menang di Festival Film Internasional Singapura tahun 2001, terus juga FIPRESCI dan Silver Screen Award for Best Asian Actor di Berlin. Film ini juga dinominasikan untuk Silver Screen Award Best Asian Feature Film dan menang untuk Silver Leopard Video Award pada Festival Film Internasional Locarno, Swis," jelas Garin.
Baca Juga: 'Aach... Aku Jatuh Cinta' Tayang Perdana di Busan International Film Festival
"Padahal sejujurnya secara konten, 'Puisi Tak Terkuburkan' adalah film yang simple, syutingnya hanya enam hari. Dari segi pendekatan gaya bertuturnya memakai gaya bertutur lokal Aceh. Tapi penyampaiannya betul-betul untuk tema yang sangat puitis, tema-tema tahun 1965," sambungnya.
Saat ini, Garin juga sedang membawa karya terbarunya ke ajang BIFF 2015. Film berjudul 'AAJC' itu akan melangsungkan world premiere dalam program 'A Window of Asian Cinema' BIFF 2015.
Selain itu, sebuah film artistik terbaru juga sudah dipersiapkan. Film bisu hitam-putih yang diberi nama 'Satan Jawa'.
"Film 'Satan Jawa' kurang lebih kayak film 'Metropolis' (film bisu produksi Jerman tahun 1920-an). Saya mengajak komponis dari Melbourne Orchestra. Mereka yang iringi secara live adegannya," tutup Garin.
Daftar tersebut kemudian dibukukan dengan judul 'Asian Cinema 100', sekaligus untuk memperingati 20 tahun ajang BIFF.
(mif/ich)