Sepakbola menjadi bahasan paling hangat saat ini usai batalnya Indonesia menjadi tuan rumah dari gelaran Piala Dunia U-20. Keputusan ini pun mengundang pro-kontra di kalangan masyarakat, apalagi mengingat sanksi FIFA yang akan menimpa Indonesia akibat kejadian tersebut dan mengancam tim nasional.
Untuk sedikit menenangkan hati para pecinta sepakbola, ada baiknya menyaksikan film asal Iran bertajuk The Blue Girl. Film yang disutradarai oleh Keivan Majidi tersebut menyuguhkan kisah yang menyentuh hati dan sekelompok masyarakat suku Kurdi yang tinggal di perbatasan Iran.
Film ini bercerita tentang anak-anak di pegunungan Kurdistan yang begitu menyukai sepakbola. Mereka bahkan sampai memanjat beberapa bukit untuk mencari tempat demi bisa bermain bola dan membangun lapangan itu sendiri. Kegiatan mereka pun hanya mendapatkan dukungan dari satu orang dewasa di desanya yakni Jamal yang dipanggil Ruud Gullit (karena ia sangat nge-fans dengan timnas Belanda).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak-anak ini pun terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka bersatu hanya demi hobinya yakni bermain bola. Perjalanan sulit menemukan lokasi yang cocok hingga gotong-royong membuat lapangan dan gawang dijamin membuat para penonton tersentuh.
![]() |
Apalagi film ini dinarasikan oleh seorang anak perempuan bernama Hima. Ia merupakan fans dari Esteghlal FC dan selalu memakai busana berwarna biru seperti seragam tim kesukaannya itu. Suara anak-anak dan kepolosan Hima menjadi nilai tambah dan membuat film jadi terasa ringan.
Sayangnya ada beberapa kritik yang diberikan untuk film ini karena dianggap 'terlalu lurus', happy ending disertai tawa bahagia. Padahal ada beberapa unsur politik dan sosial yang bisa dijadikan bumbu di sana.
Seperti ranjau dan ketegangan antara Iran-Irak hingga tragedi kematian seorang wanita fans bola yang dijuluki Blue Girl, Sahar Khodayari, usai ditangkap akibat menerobos masuk stadion dan menyaksikan pertandingan Esteghlal FC.
![]() |
Keivan Majidi pun merespon hal tersebut dengan mengatakan jika ia tak mau memasukan unsur politik dan hal-hal seperti itu dalam filmnya. Ia lebih menyuguhkan hal sederhana saja yakni sudut pandang seorang anak yang cuma ingin bermain bola. Tanpa embel-embel situasi politik atau pun isu sosial di sekelilingnya.
(ass/dar)