Hal ini kembali dikaitkan dengan penghargaan masyarakat kepada hasil karya sineas Indonesia.
Namun, dibalik itu semua, ada beberapa hal yang dikhawatirkan perihal industri film saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertumbuhan perfilman Indonesia itu luar biasa dari segi layar 900-an dari tahun 2015, tiba-tiba sekarang udah mau 1800, dabel. Dalam empat tahun udah dua kalilipat. Terus jumlah film, dari seratusan, sekarang 180. Dari jumlah penonton tripel malah, dari tahun 2016 cuma 16 juta-an. Sekarang akhir tahun lalu 52 juta," jelas Endah saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
"Kan artinya adanya kegairahan baru di industri film. Itu tidak diimbangi dengan tumbuhnya sekolah-sekolah film yang mencetak tenaga-tenaga profesional yang bisa melayani produksi film," sahutnya.
Hal ini menjadi permasalahan produser film Indonesia yang diakui perlu menunggu giliran bekerjasama dengan kru film yang terbatas.
"Jadi memang kita kekurangan. Jadi sekarang kalau misalkan ngorbrol sama produser film, ketika mereka mau produksi, udah dapat skrip, udah dapat invenstor, udah segala macem yang mereka susah lakukan itu mencari kru. Rebutan kru nya," papar Endah.
"Investasinya masuk, krunya masih kekurangan kuota kita. Kru film kita masih sangat kurang. Jadi layar juga dibutuhkan, kru film juga dibutuhkan jadi curhatan dari teman-teman asosiasi produser ini ketika mereka mau produksi film, kru, cinematografer, dan kameramen dipakai. Tarik sana harus nunggu dulu," sambungnya.
Baca juga: Film yang Rilis Pekan Ini |
Endah menjelaskan kebutuhan layar dan kru sama pentingnya. Indonesia juga diakui tengah mencetak tenaga kerja di dunia film. Bagi Endah, hanya sebatas pengetahuan otodidak tidak bisa menjamin tanpa adanya potensi.
"Itu memang sangat terbatas, artinya kita berusaha untuk bisa mencetak tenaga-tenaga profesional itu bisa lebih banyak. Karena bagaimana pun di Indonesia itu walaupun yang belajar otodidak tetep saja keahlian potensi itu diperlukan. Itu maksudnya masukan saya," tukas Endah.
(pig/dar)