Hal ini juga menjadi perhatian bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI). Jumlah konten semacam ini kian marak belakangan.
Tak jarang konten tersebut menampilkan prank yang berlebihan. Seperti belum lama ini misalnya, polisi menanggapi kasus seorang bocah melakukan prank dengan pura-pura menjadi tuyul di kawasan Depok, Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kominfo mengimbau, pembuat konten semestinya punya batasan untuk menampilkan konten hiburan yang tak membawa risiko. Sebab hal-hal semacam ini membawa keresahan bagi publik.
Tak hanya mengimbau publik, Nando juga berkomunikasi dengan sejumlah platform di media sosial. Hal ini untuk menghindari penyebaran konten meresahkan makin tersebar luas.
"Artinya walau belum dilarang UU ITE, mestinya para platform itu melakukan self blocking yang perlu dilakukan oleh komunitasnya. Jangan sampai orang buka youtube jadi malas karena terlalu banyak konten-konten yang dianggap mengganggu kenyamanan mereka dalam mengonsumsi YouTube," ungkap Ferdinanus Biro Humas Kominfo kepada detikHOT belum lama ini.
Kominfo menyebut, selama ini para platform yang didorong untuk melakukan tindakan terhadap konten-konten prank meresahkan karena aturan yang masih terbatas.
"Prank itu sifatnya masih subyektif. Aturannya belum terlalu disebut secara ketat di UU ITE, jadi kita lebih berkoordinasi dengan platformnya karena hal-hal kayak gini kan kalau tidak ditindaklanjuti juga berimbas pada penonton YouTube itu sendiri," ungkap Nando.
(doc/kmb)