Slamet Rahardjo duduk di Old Town Cafe di Bandara Kuala Lumpur, menikmati secangkir kopi sambil sesekali melempar pandangan keluar dinding kaca. Tatapan menerawang, seolah sedang memanggil kembali keping-keping kenangan dari masa lalu yang telah tertinggal di belakang. Di sebelahnya duduk seorang aktor muda belia, Endy Arfian, yang namanya melambung lewat film horor laris 'Pengabdi Setan'.
Sambil meminta maaf, Slamet sekali lagi menanyakan nama aktor tersebut. Lalu, disambung dengan pertanyaan, "Umurmu berapa?"
"Delapan belas tahun, Om," jawab Endy sambil menyantap laksa dalam mangkok besar yang menguarkan aroma mengundang selera. Slamet mengangguk-anggukkan kepala. "Waktu aku seumur kamu...." ujarnya, terdengar seperti gumam yang nyaris tertelan kembali, lirih, tapi cukup untuk terdengar sampai ke telinga orang-orang yang duduk di dekatnya.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet dan serombongan artis Indonesia tengah transit dalam perjalanan menuju ke Kuching, Serawak, Malaysia untuk menghadiri ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2019 yang akan digelar akhir pekan itu. Bila artis-artis lain datang sebagai delegasi untuk mewakili film yang mereka bintangi, teristimewa untuk Slamet, kehadirannya untuk menerima penghargaan khusus.
"Saya akan diberi Lifetime Achievement Awards," ujar Slamet. Selain Endy Arfian, datang bersama-sama dengan Slamet artis-artis ternama lainnya, termasuk Lukman Sardi yang mewakili film '27 Steps of May', Olga Lydia mewakili 'Ave Maryam', Ayu Laksmi dari film 'Pengabdi Setan', dan Eka Nusa Pertiwi mewakili 'Tengkorak'. Keempat film tersebut akan diputar, sekaligus berkompetisi di ajang AIFFA, festival dua tahunan yang tahun ini memasuki penyelenggaraan yang ketiga.
![]() |
Total ada 29 film dari 8 negara ASEAN (Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam, Brunei, dan Myanmar) berkompetisi memperebutkan 11 kategori penghargaan utama, ditambah penghargaan Special Jury dan ASEAN Spirit. Indonesia meraih nominasi pada 8 kategori, termasuk Film Terbaik untuk 'Ave Maryam' dan Aktor Pendukung Terbaik untuk Chicco Jerikho di film tersebut. Sedangkan '27 Steps of May' meraih 3 nominasi, antara lain untuk Maudy Koesnaedi dan Raihaanun, keduanya sama-sama sebagai Aktris Terbaik.
Selain pemberian penghargaan kepada para kreator film dan artis, AIFFA juga merupakan sebuah ajang pemutaran film yang dibuka untuk publik umum secara maraton dan gratis di dua tempat, yakni Old Courthouse Auditorium dan Restoran Budaya Sarawak, selama 4 hari, 25-28 April. Selain itu, serangkaian acara lain bisa dimanfaatkan oleh delegasi yang hadir, seperti ajang pitching AIFFA Biz World. Sedangkan berbagai seminar di sesi Film Talks terbuka untuk delegasi maupun publik.
Menurut Slamet Rahardjo, ajang festival tingkat regional seperti AIFFA penting untuk membentuk sistem, berkeluarga dan bertetangga. "Saya datang ke ajang seperti ini juga untuk nonton film di luar film-film Hollywood. Di sinilah tempatnya," ujar Slamet.
Mengamini seniornya, Olga Lydia mengatakan bahwa ajang kompetisi seperti AIFFA perlu untuk pengenalan film-film dari dan sesama negara tetangga. "Saya jadi tahu film Vietnam, misalnya. Dan proses pengenalan ini bukan sesuatu yang instan. Ini membuka jalan untuk ajang festival lainnya. Minimal orang mau nonton filmnya dulu. Orang jadi tahu film Indonesia itu bagus di ajang-ajang seperti ini," tuturnya.
Menyambung Olga, Lukman Sardi mengatakan, dari ajang seperti AIFFA orang jadi tahu perkembangan film. "Kekuatan ASEAN itu besar. Bisa jadi kesatuan yang bisa bicara tentang film Asia secara keseluruhan. Asia itu luar biasa. India, Jepang, juga bagian dari Asia. Ajang ini bisa jadi networking," ujar Lukman.
Produser film Dewi Umaya, yang juga duduk di Badan Perfilman Indonesia (BPI) menyimpulkan, bahwa acara seperti AIFFA berguna untuk meningkatkan kepercayaan terhadap film Indonesia.
Sedangkan menurut Direktur Festival Livan Tajang, AIFFA merupakan representasi dari suara ASEAN. "Kita tidak perlu membandingkan dengan Hollywood. Festival ini juga bukan Festival Film Cannes. Karena kita punya cerita kita sendiri," tegasnya.
Pada malam penghargaan, 27 April di Hotel Pullman, delegasi Indonesia akhirnya membawa pulang dua piala. Masing-masing Aktris Terbaik untuk Raihaanun dan piala untuk kategori Editing Terbaik untuk film 'Ave Maryam'. Selain, Lifetime Achievement untuk Slamet Rahardjo, yang naik ke panggung dan berpidato singkat memukau hadirin. Bahkan, ketika Slamet berpidato, seluruh hadirin berdiri, bertepuk tangan panjang, seolah menjadi puncak perhelatan yang menjadi perhatian sepanjang akhir pekan di kota Kuching tersebut.