Setelah semua drama dalam 'Infinity War', bagaimana dengan film ringan yang dipenuhi humor? Mungkin itu tujuan 'Ant-Man and The Wasp'. Film yang disutradarai oleh Peyton Reed itu tidak akan menjawab semua pertanyaan yang tersisa akibat 'Infinity War'.
'Ant-Man and The Wasp' sendiri mengambil setting waktu antara 'Civil War' dan 'Infinity War' di mana Scott Lang menjadi tahanan rumah karena menolong Captain America melawan Tim Iron Man.
Tapi bukan berarti 'Ant-Man and The Wasp' berada di luar jalur MCU. Lagi pula, 'Ant-Man and The Wasp' merupakan misi penyelamatan Janet, di mana sosoknya dapat membantu para Avengers memulihkan kekacauan setelah 'Infinity War'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibat ulah Scott yang tanpa berpikir panjang terbang ke Jerman untuk membantu Cap, Hank dan Hope pun terjerat hukum dan membuat keduanya berada dalam status buronan.
Selain dikejar oleh waktu dan FBI, keadaan mereka bertambah sulit ketika sosok aneh; Ghost dan bos pasar gelap yang suka ikut campur; Sonny Burch, terus-terusan mengejar mereka untuk merebut penemuan Hank yang luar biasa.
'Ant-Man and The Wasp' merupakan sekuel yang berani dengan durasi lebih panjang namun terasa lebih berisi. Setiap tokoh dalam film tersebut juga sukses menonjolkan karakternya masing-masing. Membuat setiap dialog yang diceletukkan terasa nyata dan sukses mengundang tawa.
Jangan lupakan sosok Ghost alias Ava yang diperankan oleh Hannah John-Kamen. Marvel nampaknya ingin membuang konsep villain yang hanya ingin menguasai dunia. Setelah Kill Monger Marvel nampaknya berusaha membangun koneksi emosi antara penonton dengan sosok villain. Memposisikan sosok villain sebagai korban, membuat perbuatan serta dendam mereka terasa nyata.
Namun, sayangnya Marvel Studio kurang menggali visual untuk alam Quantum dimana Janet van Dayne terjebak sebama tiga dekade. Setelah visual psychedelic yang disuguhkan 'Doctor Strange', pemandangan subatomik dalam 'Ant-Man and The Wasp' dapat dibilang di bawah ekspektasi.