Anda tentu sudah tak asing melihat aksi ganas Iko Uwais dalam gaya seni bela dirinya bersama gerombolan polisi menyerbu markas penjahat kelas kakap melawan Mad Dog dan pasukan gembong narkoba di sebuah apartemen di film 'The Raid' (2011). Namun, bagaimana jika Iko beraksi seorang diri menembus markas bahaya sang penjahat, tanpa teman, tanpa senjata? Tentu itu akan menjadi misi paling nekad yang pernah dilakukannya. Bak adegan penyerangan di sebuah permainan video game, 'Headshot', produksi Infinite Frameworks Studio, akan membawa Anda menuju petualangan dengan misi brutal yang paling sadis bersama sang protagonis, ikut berdarah-darah menembus lorong markas gelap musuh demi menyelamatkan gadis pujaannya.
Dikisahkan, Ishmael (Iko Uwais) adalah seorang pemuda amnesia yang ditemukan terdampar di pinggir pantai dengan luka tembak di kepalanya. Belum juga sembuh total, ia yang sedang berusaha mengembalikan puing-puing memori masa lalunya sudah dihadapkan dengan masalah-masalah baru.Tanpa sebab pasti, Ishmael kerap mendapat serangan-serangan dari mata-mata yang tak ia dikenal. Hingga suatu hari Ailin (Chelsea Islan), dokter cantik yang telah menyelamatkan dan memberikan semangat baru padanya kini berada dalam bahaya, diculik oleh geng paling sadis di bawah pimpinan penjahat Lee Si Setan Laut (Sunny Pang)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film dimulai dengan prolog paling sadis dan brutal. Adegan terjadi di sebuah lorong penjara dengan nuasa kumuh saat seorang polisi mencoba masuk untuk menginterogasi seorang penjahat di balik jeruji. Tak lama mereka berbicara, suara baku tembak mulai terdengar, peluru-peluru meluncur dan menewaskan banyak orang. Adegan tembak-menembak dibuat random ke segala arah, tapi tetap terbentuk seperti gerakan teratur. Mo Brothers dengan jeli memberikan visual aksi terbaiknya, mengarahkan 'angle' pengambilan gambar dari atas dengan sempurna melalui kamera sinematografer Yunus Pasolang. Belum lagi saat adegan penyergapan di bus yang tak kalah sadis.
Di bagian alur, cerita mengalir dengan sangat baik dan seimbang, menjaga ritme ketegangan sehingga penonton masih mempunyai kesempatan untuk bernapas. Atau, sebenarmya Mo Brothers sengaja memberi waktu pada penonton untuk bernapas agar (masih) bisa tiba-tiba terperanjat saat diberi kejutan. Adegan serangan tak henti-hentinya mengalir, sampai klimaks pun kadang masih tetap diberi kejutan. Meskipun hadir dengan premis yang cukup klise —pemuda yang mengalami amnesia sedikit mengingatkan pada tokoh Jason Bourne— namun itu tak menjadi masalah yang berarti. Kehadiran tokoh dokter Ailin menjadi poin plus di sini, menambahkan bumbu drama roman yang manis. Dialog-dialog Ailin dan Ishmael yang mencoba untuk 'puitis' juga patut diapresiasi.
Pada bagian pemain, harus diakui semua aktor hadir dengan kualitas terbaik. Iko Uwais masih datang dengan ciri khas beladirinya yang di atas rata-rata. Ia juga tetap mengimbangi dengan menaruh jiwa pada perannya. Hal itu terlihat ketika kita bisa ikut merasakan sakit yang sesungguhnya saat Ishmael dipukul, ditendang, dibilah dengan golok bertubi-tubi. Namun dia selalu bisa lolos dari jeratan musuhnya, dan memanfaatkan benda-benda di sekitarnya untuk melindungi diri. Adegan baku hantam Iko dan Julie nyatanya tidak seperti adegan perkelahian antara laki-laki dan perempuan biasa; semuanya seimbang. Julie yang katanya tidak menggunakan 'stuntman' dengan tangkas menggerakkan kaki dan tangannya dengan lincah melawan Iko, sesekali juga mengeluarkan senjata andalannya berupa pisau kecil.
Bulir-bulir pasir dan deburan ombak di pesisir pantai juga semakin membuat adegan perkelahian semakin dramatis. Dan, yang tak kalah mencuri perhatian adalah akting kelas kakapnya Sunny Pang yang sangat luwes memerankan tokoh penjahat ramah berhati dingin. Bahkan saat ia makan di warung sekali pun, atau saat merokok, ia tetap memancarkan kharisma pemain antagonis dengan sangat baik; bikin merinding.
Musik yang digarap oleh Aria Prayogi dan Fajar Yuskemal mengiringi adegan laga dengan pas, membingkai tata suara yang mantap dalam menciptakan suara tembakan yang lantang, tulang-tulang yang patah, darah mengucur, goresan golok yang menyanyat dan kadang ada suara gemuruh geluduk. Setiap suara seolah mengingatkan penonton untuk berhati-hati bahwa sebentar lagi akan ada serangan.
Secara keseluruhan, 'Headshot' menonjol dari semua lini baik itu premis yang cukup kuat, dan drama emosional yang melengkapi, dengan latar nuansa kumuh berdarah-darah yang khas. Kiranya semua elemen hadir menjadi kesatuan nilai film yang mempunyai nilai produksi yang tinggi. Dan, di tengah ketegangan dan kengerian, sambil meringis, masih ada momen untuk tersenyum ketika Ailin kebingungan menuliskan nama di papan pasien, kemudian Iko menyahut, 'Tulis saja Ishmael' sambil terbaring. Mengingatkan sebagian dari Anda pada tokoh terkenal dalam sebuah novel klasik.
Masyaril Ahmad penggemar film (Masyaril Ahmad,/nu2)