"Yang pasti ada-lah apalagi karena memang kalau jadi ustad sudah harus memahami kepercayaan. Saya kan mungkin nol besar. Peran saya jadi ustad banyak hal yang mereka ucapkan terus didengar oleh pengikutnya terus yang lainya dengar setengah, dan mereka yang tidak mengikutinya salah terhadap mereka yang tidak menjalaninya," tuturnya saat ditemu di Guitar Freaks, Fatmawati, Jumat 7/10/16.
"Waktu saya diskusi dengan sutradara ada banyak kesalahpahaman yang sering terjadi. Aturanya terlalu baku atau yang ngomong salah, ustadnya disalahkaN atau apa. Atau mereka yang tidak mengikuti ustadnya diangap salah," tutur pria yang hobi traveling ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ustad yang ngomong seperti itu jadinya beda, pemahamannya berubah. Padahal hal se-simpel itu, jadi sekarang gimana caranya yang niatnya baik dari penerimannya jadi berubah padahal niatnya si ustad baik. Wong saya setuju kok karakternya seperti itu bagaimana bisa menyuguhkan itu dibanding orang yang hafal Al-Quran atau kitab ini. Tapi bagaimana kita menghubungkan kesalahpahaman itu dan bagi mereka ada penyesalan juga."
Di film ini, pria yang disapa Aat itu menjelaskan sosoknya tidak ingin berpihak sama sekali. Karena dalam film produksi Kaninga Picture itu yang ditonjolkan adalah dari segi kemanusian dan keluarga cukup kecil.
"Bukan yang besar kayak pesantren tapi dari keluarga dan yang paling penting peraturan itu harus ada dan dicontohkan pertama dari keluarga dulu. Kalau kekawatiran itu bukan wewenang saya," jelas Alex.
"Kekawatiran saya adalah bagimana caranya saya menjadi karakter yang diinginkan sutradara, penulis, dan produser. Kalau saya tdak berhasil saya harus khawatir. Kalau soal yang anda bilang tadi menyinggung itu bukan tanggung jawab saya. Saya hanya memainkan," tutupnya.
(tia/tia)