Jakarta Prima Digital (JPD) berdiri dengan semangat yang mungkin saja dianggap mulia dan tulus. Ada keinginan utama untuk mengasuh, mengayomi, me-restorasi dan melestarikan film-film Indonesia sebagai aset kebangsaan.
Setidaknya sekitar 3,5 tahun lalu, JPD memulai pergerakannya di daerah Fatmawati hanya dengan tujuh orang.
"Dulu semua dikerjakan di Fatmawati, library dan repair semua di sana. Selain itu, memang pemiliknya, sudah lama ada industri film, sudah 30 tahun lebih. Ada kepedulian yang tinggi untuk film Indonesia," buka Techinacal Manager, Edwin Theisalia saat berbincang kepada detikHOT beberapa waktu lalu di kantor JPD di Kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Untuk urusan infrastruktur juga JPD tidak sungkan untuk menyajikan yang terbaik. Bahkan mereka dengan percaya diri mengklaim sebagai yang paling lengkap.
"Infrastruktur sekarang sudah di-combine lah. Awalnya kita full dari satu vendor di Swedia, sekarang ada beberapa alat yang dibuat oleh JPD. Sambil belajar, sambil praktek di situ. Dulu awalnya kami coba work flow dari Eropa atau negara lain, melihat selesainya berapa lama dan hasilnya seperti apa. Sampai akrhinya kita punya style sendiri sekarang," jelas Edwin.
"Ya, kalau mau ngomong adu kualitas juga kita berani sekarang. Urusan speed pengerjaan juga berani lah. Memang, setahu saya, JPD bukan satu-satunya, tapi kita yang paling serius, gila dan lengkap sih. Kasarnya, jujur bilang di Indonesia mungkin kami the only one dengan fasilitas seperti ini," sambung Edwin lagi.
Sayangnya,menuruttimJPD, tak semua berpikir sepertiJPD. Dalam artian, pemikiran bahwa film adalah aset kebangsaan tidak dimiliki oleh para rumah produksi bahkan pemerintah Indonesia sekalipun.
"Dan, we are not government funding. Kita full private company. Buat kami, film adalah aset bangsa. Ketika kita nonton film tahun 70-an, kita tahu apa yg terjadi saat itu, karena film adalah gambaran suatu masa di suatu tempat. Sayangnya, nggak semua berpikiran seperti itu dan nggak bisa juga berharap ke institusi pemerintah Indonesia. Karena memang pemerintah tidak ada perhatian kesitu," tambah General Manager JPD, Desi Polla.
"Nggak semua orang berpikiran sama, bahwa dengan restorasi asetnya diselamatkan. Ada yang langsung berpikir untuk dijual saja. Padahal kan kami melakukan ini agar tidak hilang asetnya. Daripada tidak dirusus, lebih baik kami urus. Bisa dibilang kami baby sitter-nya lah," tutup Production Manager Andre Blackham.












































