Berdiri sejak 1987 di Kawasan Thamrin, Jakarta, jaringan bioskop 21 yang kini berubah menjadi XXI punya label yang tidak mengenakkan. Mereka dicap sebagai mafia bioskop di Indonesia.
Hal itu mengemuka dari banyak tulisan yang tersebar di berbagai blog, forum dan tentu saja obrolan warung kopi para sineas. Dikatakan bahwa XXI dengan angkuhnya mengatur seluruh distribusi film lokal dan impor, sampai harga tiket satu kali pertunjukkan.
Tuduhan itu juga mengemuka karena jaringan XXI yang sudah menggurita sebanyak 823 layar dari ujung Barat ke Timur Indonesia di 35 kota. Walapun sebetulnya, XXI masih dituntut untuk mendirikan 4,000 layar lagi, menjadi 5,000 layar, sebagai jumlah ideal menurut PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia), melihat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demi mencapai itu, detikHOT pun berusaha menemui para petinggi XXI dan menanyakan langsung kepada mereka, "Apakah XXI mafia?"
"Kami bukan mafia. Jika kami mafia, all the judges and politician in my pocket," jawab Direktur Operasional XXI, Tri Rudy Anitio dengan mengutip salah satu dialog dalam film 'Godfather (1972)', saat ditemui di Djakarta Theater, Sarinah Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
"Kalau dibilang monopoli, kami diterima di pasar iya, tapi kami tidak melakukan praktik monopolinya. Kalau kami melakukan praktik monopoli, itu seperti Paramount (rumah produksi dan distribusi, Paramount Pictures) di Amerika Serikat. mereka produksi film dan mereka bisa block to cinema," sambung Tri lagi sembari menyeruput teh dalam cangkir di tangannya.
"Kami dibilang mengintimidasi pasar? Tidak. Bagaimana caranya? Bagaimana cara kami melakukan restricting market? Kami tidak melakukan itu. Atau, Anda punya bukti kami melakukan itu?" tegas Tri lagi.
Tri menjelaskan bahwa seluruh bioskop di Indonesia punya supplier dan sistem yang sama untuk film-film Hollywood. Sedangkan untuk film-film dalam negeri, mereka dengan kekuatan penuh mendukung.
"Omega (importir film Hollywood untuk Indonesia) mensuplai juga ke bioskop lain, selain XXI. Dan kebijakannya sama, 50% after tax. Jika mereka punya permintaan film di luar XXI, mereka bisa langsung ke Omega tanpa harus melewati kami. Tidak ada masalah dengan itu, semuanya fair," tandas Tri lagi seraya tersenyum. (mif/mmu)