'The Finest Hour': Misi Penyelamatan Kurang Garam

'The Finest Hour': Misi Penyelamatan Kurang Garam

Candra Aditya - detikHot
Kamis, 04 Feb 2016 13:22 WIB
Jakarta - Diilhami dari kisah nyata yang terjadi pada dekade 50-an, ‘The Finest Hour’ menceritakan perjuangan empat orang penjaga pantai gagah berani yang mempertaruhkan nyawa mereka di tengah badai demi menyelamatkan awak kapal yang terombang-ambing di tengah laut yang kejam. Chris Pine bermain sebagai Bernie Webber yang selalu menjadi bahan ejekan teman-teman satu timnya.

Webber tidak hanya gugupan, namun juga terlalu tenggelam bayang-bayang masa lalunya yang pahit. Kegagalannya untuk menyelamatkan beberapa orang tahun sebelumnya membuatnya menjadi pribadi yang kaku. Bahkan kekasihnya, Miriam (Holliday Grainge), tidak menunggu Webber untuk memintanya menjadi pengantinnya, dan justru dialah yang melamar duluan. Tentu saja ini menjadi olok-olok semua orang. Termasuk si bosnya Daniel Cluff (Eric Bana) yang tidak begitu menganggapnya.

Sementara itu, di tengah lautan, kapal tanker berisi minyak pecah jadi dua akibat badai dan ombak yang meraung-raung. Ketika Ray Sybert (Casey Affleck) mencoba sekuat tenaga untuk menjaga kapal tetap melayang di atas air, para awak kapal lainnya skeptis para penyelamat itu akan berhasil membebaskan mereka dari genggaman maut yang mendekat. Kini giliran Webber untuk membuktikan bahwa ia adalah orang paling berani sepanjang masa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diadaptasi dari buku ‘The Finest Hours: The True Story of the U.S. Coast Guard's Most Daring Sea Rescue’, film ini sebenarnya menawarkan petulangan yang menarik. Premis seorang yang gagah berani mempertaruhkan nyawanya sendiri demi orang lain tidak akan basi meskipun sudah diceritakan berulang kali dalam berbagai genre. Sayangnya, ‘The Finest Hour’ tidak berhasil untuk memaksimalkan potensi yang ada.

Skrip yang ditulis oleh trio Eric Johnson, Scott Silver dan Paul Tamasy terlalu standar dan tidak menawarkan sesuatu yang baru. Subplot kisah cinta Webber dan Miriam juga tidak begitu menarik karena Pine dan Grainge tidak memiliki chemistry yang nampol untuk membuat penonton benar-benar mendukung mereka agar bersatu.

Sementara itu, sutradara Craig Gillespie yang memulai kariernya dengan indie, tidak mampu memberikan adegan-adegan aksi yang menegangkan. Banyak adegan penyelamatan di laut yang memang tergolong jenis yang membuat penonton menahan napas. Tapi kita sudah melihat semua hal yang dilakukan oleh Sybert dan Webber dalam film-film yang lain. Tak ada yang sesuatu yang unik dari film ini dalam menyajikan kisah heroiknya.

Film ini juga semakin jadi semakin hambar karena hampir semua pemainnya main di zona aman. Tidak ada yang mengganggu dari permainan Chris Pine, Casey Affleck, Eric Bana maupun Ben Foster. Tapi tidak ada yang spesial juga dari mereka. Karakter mereka yang juga kurang stand-out juga membuat film ini jadi seperti sayur kurang garam.

‘The Finest Hour’ memang masih menawarkan visual yang mampu membuat penonton percaya akan kedigdayaan kekuatan alam. Namun hal tersebut juga sudah pernah kita lihat di semua film bertema serupa. Tapi, jika Anda memang butuh film-film menginspirasi dengan heroisme orang-orang yang dengan gagah berani menyelamatkan orang asing demi kemanusiaan, film ini masih nyaman untuk dinikmati. Walaupun, sekali lagi, seperti yang tidak ada yang spesial dalam misi penyalamatan kali ini.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

(mmu/mmu)

Hide Ads