Membuat film adaptasi novel bisa dibilang gampang-gampang susah. Khayalan pembaca yang tinggi, seringkali tidak terjadi pada gambar dan adegan di layar bioskop.
Hal itu juga yang ada di pikiran sutradara Rizal Mantovani untuk film terbarunya, 'Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh'. Berangkat dari novel berjudul sama karya Dewi 'Dee' Lestari, Rizal berusaha menggambarkan tulisan populer yang sangat rumit itu ke dalam filmnya.
"Sebetulnya saya nggak pernah membayangkan untuk menyutradarai 'Supernova'. Tapi, ketika melakukannya, saya menggambar dengan alam berpikir ketimbang apa yang kita lihat secara harfiah," tutur Rizal Mantovani usai Press Screening di XXI Plasa Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2014) tengah malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam film berduari 2 jam itu, Rizal mencoba menggabungkan imajinasinya yang tidak ada di dalam novel. Termasuk memasukkan animasi.
"Di novelnya memang tidak ada animasi pewayangan seperti di film. Tapi, cerita dari animasi itu ada di novel. Saya hanya membuat versi berbeda dengan visual, memang itu tugasnya film. Saya rasa itu pilihan yang masuk akal," tutupnya.
Untuk lokasi, film produksi Soraya Intercine Films itu memutuskan menggunakan konsep pseudo Jakarta. Dengan kata lain bayang-bayang orang atas Jakarta, bukan Jakarta yang sebenarnya. Seperti apa bentuknya?
Saksikan sendiri saat penayangan perdanan 'Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh', 11 Desember mendatang.











































