Dua sineas dari generasi yang berbeda, Angga Sasongko dan Mira Lesmana, bahkan membuat kesepakatan untuk mengembangkan potensi Indonesia Timur di ranah layar lebar.
Dijumpai saat mendukung Pra-Event 'SEAscreen Academy 2014' di Kine Forum, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2014), dua sineas itu menyatakan tekad mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh sebelum Angga, Mira Lesmana sudah melangkah lebih dulu dengan memberikan wujud cintanya lewat empat film yang dia hasilkan dari dan di Indonesia Timur.
"Saya dan tim sudah buat empat film dari dan di Indonesia Timur. Satu, film dokumenter bersama Unicef untuk tentang pendidikan. Dua, sebuah FTV tentang penelitian bencana. Tiga, 'Atambua 39 derajat Celcius' dan terakhir
'Pendekar Tongkat Emas'. Itu pengalamannya beda semua," ujar Mira Lesmana.
"Dalam kasus 'Atambua', kami yakin tema yang kami angkat berat. Tapi kami harus bercerita tentang hal yang penonton lihat di filmnya itu," tambahnya.
Lebih jauh Mira pun berkisah tentang film terbaru yang tengah digarapnya, 'Pendekar Tongkat Emas'. "Ini berbeda. Di film ini kami serta merta melihat sisi keindahan Indonesia Timur yang luar biasa. Setelah riset, kami memilih Sumba. Jadi, daripada repot-repot ke luar negeri, di Indonesia Timur nggak perlu pakai-pakai CGI untuk hapus tiang listrik dan lain-lain. Di Sumba saja lokasinya sangat luas dan bisa dieksplor habis-habisan," tutur pemilik rumah produksi Miles Production itu.
Namun, tak jarang dukungan mereka tidak mendapatkan hasil maksimal. Segala keterbatasan mau tak mau harus dihadapai sebagai bagian dari ketimpangan pembangunan ekomoni.
"Harus diingat kalau industri ini (film) nggak cuma datang dari Jakarta saja. Misalnya bioskop, sarana itu kan sangat jarang di Indonesia Timur. Coba dikembangkan, masyarakat lokal bisa jual filmnya sendiri di tanah mereka. Dan, itu bisa hidup," timpal Angga.
(hap/mmu)