Vino G Bastian: Gue Pengen Bikin Film Wiro Sableng

Wawancara Khusus (1)

Vino G Bastian: Gue Pengen Bikin Film Wiro Sableng

- detikHot
Senin, 06 Okt 2014 13:04 WIB
Jakarta - Vino G Bastian adalah sosok yang ikut mewarnai kebangkitan perfilman Indonesia pada awal dekade 2000. Wajahnya yang ganteng, suaranya yang khas dan aktingnya yang bagus membuatnya mudah diterima dan disukai. Sampai tahun lalu, hampir 20 film telah ia bintangi. Bersamaan dengan itu, ia juga tampil di belasan FTV dan sinetron. Tahun ini, peraih predikat Most Favorite Actor di ajang Indonesian Movie Awards 2008 lewat film 'Radit & Jani' tersebut membuat gebrakan baru dalam kariernya. Ia menjadi associate producer untuk film berjudul 'Tabula Rasa' yang diproduseri kakak iparnya, Sheila Timothy dengan bendera LifeLike Pictures. Pengamat perfilman Indonesia Shandy Gasella yang juga kontributor detikHot mewawancarai aktor kelahiran Jakarta, 24 Maret 1982 itu. Berikut bagian pertama dari wawancara tersebut:

Kamu memulai karier berakting dengan menjadi peran pendukung di film '30 Hari Mencari Cinta', dan selepas itu namamu langsung melejit. Bisa diceritakan awal mula kariermu berakting?

Sedari kecil gue sudah suka nonton film karena terpengaruh oleh bokap gue (Bastian Tito). Gue cerita sedikit soal bokap ya, dia itu penulis cerita silat Wiro Sableng, pada saat yang bersamaan dia juga nerjemahin beberapa novel James Bond dari versi bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Bokap gue itu wartawan lepas, dia nulis di beberapa media, dan dia juga hobi nonton film-film koboy, film James Bond. Biasanya kalau nonton di bioskop Rivoli, Matraman. Sedikit cerita juga soal Wiro Sableng, lambang 212 di dadanya Wiro Sableng itu awalnya karena bokap terinspirasi dari kode 007-nya James Bond. Gue dulu seneng tuh kalau diajak nonton sama bokap, sampai film-film Indonesia juga gue tonton. Zaman itu gue cuma sekadar menikmati menonton film dan nggak kepikiran untuk jadi aktor, kebetulan saat itu gue juga lagi senang nge-band.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu apa yang terjadi?

Nah, suatu hari sehabis gue selesai manggung gue ditawarin untuk foto di majalah Hai. Profil gue yang ditulis di majalah Hai itu dapat atensi yang lumayan. PH Rexinema melihat gue di majalah itu lalu akhirnya nawarin gue untuk tampil dalam video klip band Cokelat. Waktu itu gue tampil bareng sama Dinna Olivia. Kemudian gue dipanggil casting untuk film '30 Hari Mencari Cinta'. Awalnya gue ditawari jadi anak skater. Kebetulan banget, gue juga hobi main skateboard jadi gue pikir gue bakal aman-aman aja nih. Gue nggak bakal kesulitan mainin peran gue. Tapi, kemudian gue merasa aneh sendiri pas dapet skrip, kok peran gue lemah lembut begini dan gue nggak dikasih tahu bahwa peran gue ini gay. Mereka nyari beberapa aktor pada saat itu yang udah lumayan banyak filmnya, tapi pada nggak mau karena takut image mereka jatuh. Mungkin strategi mereka gitu kali ya, nyari pemain baru yang belum begitu terkenal buat meranin karakter yang dihindari oleh aktor-aktor yang udah punya nama.

Gue akhirnya minta pendapat ke teman-teman band gue, mereka bilang, "Lo kalau main film dan dapetin peran biasa aja lo nggak bakal dilihat, justru mainin karakter ini lo bakal diinget orang." Dari situ gue mulai pede. Sebelum syuting '30 Hari Mencari Cinta' itu ada workshop yang gila banget. Dulu tuh masih ada karantina. Gue habis dimaki-maki sama Joko Nugroho, coach akting film itu. Misalnya dia bilang, "Cara jalan lo jangan kayak model begitu dong!" Terus komentarin cara ngomong gue dan lain-lain. Dari situ akhirnya gue belajar bahwa jadi aktor itu ternyata nggak gampang. Kemuadian setelah rampung '30 Hari Mencari Cinta' gue ditawarin lagi oleh Erwin Arnada untuk main di 'Catatan Akhir Sekolah', film kedua Hanung Bramantyo. Gue dapat peran yang lebih besar di film itu, dan akhirnya selepas itu gue dapat tawaran terus.

Bagimu sendiri apakah berakting itu sebuah pengalaman yang mengubah hidup?

Bisa dibilang sih iya, karena kalau misalnya sekarang gue nggak jadi aktor, besar kemungkinan gue bakal masih aktif nge-band. Gue udah lama nge-band dari semenjak SMP hingga kuliah, sekarang sih udah jarang. Tapi, gue sama teman-teman masih kepengen buat ngeluarin satu album, karena kami dulu pernah ngebikin mini album, dijual di distro-distro namun nggak laku. Tapi, terlepas dari itu band gue ini lumayan jugalah, kami udah sering diundang ke mana-mana, dan dulu juga sempat manajernya The Brandals ngajakin kami untuk gabung. Cuma karena waktu itu The Brandals lagi sibuk, dan materi yang kami punya juga belum terlalu banyak akhirnya proyek itu nggak jadi.

Kemudian kamu kan kecemplung jadi aktor, lalu apa yang paling kamu sukai dari profesi ini?

Pertama kali gue nyoba ingin jadi aktor itu karena bayangan gue akan film-film zaman dulu yang gue tonton. Gue kepengen bisa jadi koboi, gue bisa jadi jagoan, gue bisa jadi pembunuh, gue bisa jadi macam-macam yang nggak bisa gue lakukan di dunia nyata. Gue senang dengan pola kerja di industri film. Rata-rata orang yang kerja dalam bidang kesenian itu punya lingkungan kekeluargaan yang enak, nggak seperti kita kerja di kantoran. Anyway, gue sempat kerja kantoran juga lho. Gue kan kuliah ngambil teknik kimia, lalu gue magang di satu perusahaan yang membuat botol-botol minuman keras, nah saat itu gue mikir, gue berada di satu tempat, gue diam di situ terus, apakah gue mampu untuk nggak bosen? Setelah itu gue sempat melamar kerja juga ke sebuah perusahaan minyak di Indonesia Timur, tapi gue nggak dapat kabar follow up sama sekali tentang lamaran gue itu. Nah, ketika gue ngambil peran di '30 Hari Mencari Cinta', gue tanda tangan kontrak dengan pihak PH, dua minggu pas kami lagi reading, surat panggilannya datang. Sempat bimbang gue tuh; kalau gue ambil tawaran dari perusahaan minyak itu gue bakal di-training di Selandia Baru, sementra gue juga udah tanda tangan di atas materai untuk film itu. Gue jadi nggak berani tuh, karena itu pertama kalinya gue dapat kontrak kerja, berhubungan dengan hukum, gue nggak berani deh macam-macam. Gue akhirnya ngasih komitmen gue terhadap PH yang mempekerjakan gue, akhirnya gue lebih memilih untuk menjadi aktor dan melepas kesempatan untuk kerja di perusahaan minyak itu. Mungkin rezeki gue emang di sini.

Dalam beberapa filmmu di awal karier sering kamu dapat peran sebagai anak sekolahan yang nakal, bagaimana sih sebenarnya masa-masa sekolahmu dulu?

Sebenarnya bisa dibilang gue pertama kali masuk ke dalam tim produksi tuh waktu ngerjain 'Realita Cinta dan Rock n Roll'. Gue banyak ngasih masukan kepada tim kreatif, sebagian besar dari pengalaman pribadi gue semasa SMA, khususnya soal adegan-adegan nge-band. Misalnya di film itu ada dialog, "Gue nggak bisa latihan nge-band nih karena gue mau les bahasa Prancis," itu memang terinspirasi dari pengalaman gue. Di band gue itu ada yang seperti itu, sibuk nggak bisa latihan karena mau les Prancis, mau ketemu pacarlah, itu kehidupan band gue banget. Gue dan teman-teman nyiptain nama band itu setengah mati, lebih susah dibanding kami bikin lagu, itu juga sebetulnya yang menginspirasi adegan di 'Realita Cinta dan Rock n Roll' saat Ipang dan Nugi nyari nama band mereka dan kemudian memutuskan "Vagina" sebagai nama band-nya, karena di kehidupan nyata pun gue tuh nggak kreatif bikin nama band. Di film itu madol-madolnya (bolos sekolah) gue memang seperti itu waktu gue sekolah dulu, cuma untuk bilang bahwa kehidupan SMA gue sama persis dengan di film itu nggak juga karena di film kan ada dramanya. Tapi, bandel-bandelnya gue mungkin sama, gue dulu ikut tawuran juga walau pun SMA gue itu bukan sekolah yang sering tawuran, tapi begitulah, buat gaya-gayaan.

Kembali ke soal Wiro Sableng, sempat terpikir nggak untuk produksi filmnya sendiri dan mungkin kamu bisa berperan sebagai Wiro Sableng?

Gue memang kepengen untuk bikin film Wiro Sableng, cuma nggak terpikirkan untuk main juga sebagai Wiro. Gue nggak tahu deh, itu agak menjadi beban karena gue tahu banget bokap gue membuat Wiro itu seperti apa, dan kalau saja misalnya penggambaran Wiro itu nggak sesuai dengan apa yang bokap gue buat, beban itu akan lebih berat lagi. Gue punya rencana untuk memproduksi Wiro Sableng, sempat juga gue sampaikan ke LifeLike Pictures dan disambut cukup baik. Bisa jadi proyek LifeLike Pictures berikutnya salah satunya adalah Wiro Sableng ini. Tapi, kalau pun proyek ini jadi, secara budget pun nggak akan murah dan LifeLike Pictures kan selalu serius dalam menangani proyek-proyek film mereka. Tantangannya nggak akan mudah. Kalau kami mau membuat film itu, kami nggak ingin filmnya ditujukan khusus untuk anak-anak 90-an, tapi untuk semua kalangan termasuk untuk anak-anak sekarang yang nggak tahu. Kami mau ngenalin bahwa kita tuh punya superhero lokal, kita punya pendekar lokal yang sebetulnya punya cerita yang menarik.

Gue punya cerita; jadi, Wiro Sableng ini pernah difilmkan tahun 80-an, cuma nggak terlalu sukses. Itu zaman Yurike Prastica aja masih remaja saat itu. Nah, kemudian setelah itu baru dibuat serial TV. Untuk versi serial TV itu sebenarnya bokap gue nggak terlalu ikut andil, hanya dibeli hak ciptanya aja dan bokap agak kecewa. Ya, kita tahu sendirilah industri TV kita seperti apa, produk jadinya cuma begitu doang. Cerita lucunya adalah, setiap orang yang meranin si Wiro Sableng itu selalu jadi sinting beneran. Gue juga baru tahu soal ini dari Mbak Yurike, katanya dulu ada pemeran Wiro Sableng namanya Toni Hidayat, dia jadi gila. Gue nggak tahu apakah itu karena dia meranin perannya terlalu serius atau karena dia memang sinting. Ken Ken pemeran Wiro Sableng berikutnya juga begitu, entah karena dia kena star sindrome atau apa, atau mungkin karena pengaruh drugs, dia jadi gila juga. Gue nggak tahu kondisi dia sekarang, katanya sih udah normal lagi, tapi dia sempat depresi dan psikologisnya terganggu. Mendengar cerita ini gue bilang ke Mbak Yurike, "Ah nggak mungkin." Tapi, dia ngeyakinin gue bahwa cerita itu benar. Di satu sisi cerita ini bisa jadi bahan promosi yang menarik.

Apa pengaruh seorang Bastian Tito terhadap hidupmu, khususnya terhadap kegiatan berkesenianmu?

Kalau secara langsung sih enggak, dan bokap gue itu bukan tipe orang yang bapaknya-penulis-anaknya-harus-jadi-penulis, nggak begitu. Awalnya gue kuliah ngambil Teknik Kimia itu sebetulnya karena bokap sih. Padahal saat itu gue pengen masuk Seni Rupa, ternyata bokap punya pikiran klasik orangtua bahwa anak laki-laki itu harus ke teknik, yang eksak. Akhirnya gue selesaikan apa yang bokap gue pengen lihat, gue jadi sarjana. Tapi, kemudian gue malah kecemplung juga masuk ke industri film. Bokap gue nggak pernah ngedorong gue untuk jadi aktor. Dia nonton film gue pertama kali itu pas 'Catatan Akhir Sekolah'. Dia nggak nonton '30 Hari Mencari Cinta' karena itu kan pertama kali gue main film dan gue ragu juga. Tapi, setelah itu dia tahu juga, mungkin dengar-dengar dari sanak saudara soal peran gue di film itu, dan dia nggak banyak komentar sih. Cuma pas dia nonton 'Catatan Akhir Sekolah' komentar dia, "Kamu harus belajar akting lagi kalau kamu mau serius di sini, kamu nggak boleh setengah-setengah, kamu lihat senior-senior kamu, kamu harus banyak lagi diskusi dan nonton film."

Dia gak bilang akting gue jelek atau bagus karena mungkin dia nggak mau anaknya drop atau apa. Gue tahulah dari situ gue masih banyak kekurangan dan yang paling penting dia juga bilang bahwa apapun yang gue ambil, kerjaan gue atau peran apa pun, dia bilang pokoknya gue harus nyaman dulu, bila sudah nyaman dengan pilihan yang gue ambil gue akan lebih bisa menghargai kerjaan gue. Itu yang gue ingat dari perkataan bokap. Abis itu dia meninggal. Sebelum 'Realita Cinta dan Rock n Roll' itu rilis bokap gue udah meninggal. Padahal di 'Realita Cinta dan Rock n Roll' itu ada part yang paling gue suka yaitu cerita hubungan antara orang tua dan anak. Gue pengen menjadikan 'Realita Cinta dan Rock n Roll' itu sebagai tribut gue untuk bokap, tapi ternyata bokap gue nggak sempat lihat film itu.

Bicara soal 'Realita Cinta dan Rock n Roll', bagaimana rasanya bekerja bareng dengan aktor laga legendaris Barry Prima?

Bermain di 'Realita Cinta dan Rock n Roll' itu merupakan pertama kalinya dia comeback tuh. Gila banget deh dipasangin sama dia, bintang action ternama di Indonesia. Jadi, pas pertama kali dia datang ke set, gue pertama kali ketemu dia tuh gue dipukul, "Cowok begini cara berdirinya, berdirinya harus yang bener!" katanya ke gue. Terus gue yang, iya om, sambil mesem-mesem. Tapi, lama-lama kami jadi akrab juga. Tiba-tiba dia curhat, dia bilang dia pernah main film anu, ada lawan mainnya yang gue nggak bisa sebutin namanya, dia bilang, "Gue dikasih lawan-lawan gue anak-anak baru, gue tampolin aja!" Jadi, dia tuh kalau main film action itu orang yang dia gebukin itu beneran, itu beneran dihajar sama dia. Gue bilang sama dia bahwa gue nonton film-filmnya dia, pertanyaan dia ke gue, "Emang lo udah lahir?" Dia juga cerita kenapa dia mau ngambil peran di 'Realita Cinta dan Rock n Roll' itu salah satu alasannya karena dia melihat orang-orang tahu dia hanya sebagai pemain film action. Mungkin dia bukannya mau ngebuktiin ke orang-orang itu bahwa dia juga bisa berakting tanpa ngandelin ilmu bela dirinya, tapi dia tuh punya passion dalam berakting, dan dia membuktikan itu. Dia bahkan berani membunuh karakternya sendiri sebagai seorang bintang laga. Buat gue itu sih yang bikin gue respect sama dia.

(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads