Film 'Mahaguru Merapi' diluncurkan di Museum Gunung Merapi di kawasan Kaliurang, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Rabu (3/9/2014). Film berdurasi 25 menit itu disutradarai Ilman Hidayat dengan line produser Noer Cholik.
"Erupsi Merapi 2010 telah memberikan banyak pengalaman yang dapat kita ambil," ungkap Kepala Badan Geologi, Kementrian ESDM, Surono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus bersama dan berguru kepada Merapi. Dia telah memberi tapi tidak meminta kembali," katanya.
Dia menambahkan, dengan kondisi kawah yang semakin terbuka lebar pasca erupsi 2010, kemungkinan erupsi Merapi pun bisa berubah. Tipe Merapi dengan luncuran awan panas saat ini telah dipakai Gunung Sinabung.
"Jangan-jangan sudah berubah. Mari kita belajar dari situ," pinta Mbah Rono.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, M. Hendrasto menambahkan, film 'Mahaguru Merapi' dapat menjadi media pembelajaran masyarakat karena mengungkap peristiwa erupsi 2010 dari sisi keilmuan.
Dalam film tersebut disajikan beberapa hal seperti manajemen awal krisis Merapi mulai 26 Oktober hingga letusan besar awal November, catatan sejarah letusan besar sebelumnya dan perubahan morfologi puncak Merapi.
"Kita harus sadar ada mitigasi bencana harus bisa menjamin rasa aman masyarakat," katanya.
Sutradara Ilman Hidayat mengatakan, pembuatan film ini dilatarbelakangi erupsi Merapi 2010 yang mengakibatkan 398 orang meninggal dunia, 2 ribu rumah rusak terkena awan panas, 3 ribu ternak mati dan 800 orang kehilangan mata pencaharian. Total kerugian mencapai Rp 3,5 Triliun.
Proses pembuatan film ini memakan waktu sekitar 1,5 tahun, dengan 8 bulan riset awal, 3 bulan pengambilan gambar, dan sisanya pasca produksi.
"Yang paling sulit adalah saat ilustrasi adegan karena semua aktor adalah warga atau pelaku peristiwa itu sendiri dan harus memberikan latihan berkali-kali," katanya.
(bgs/mmu)











































