Itu adalah adegan pembuka film 'NOAH Awal Semula' karya sutradara Putrama Tuta. Film semi dokumenter ini adalah penampilan perdana Ariel, Uki, Lukman, dan Reza di layar lebar.
Film hasil kerjasama 700 Pictures, Musica Studio's dan Berlian Entertainment itu mengangkat kisah kebangkitan NOAHsebagai band yang tengah terpuruk. Setelah melepas nama Peterpan beserta dua personel awal pendiri band tersebut, cobaan terbesar muncul ketika Ariel terjerat hukum dan harus mendekam di penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
NOAH 'Awal Semula' memperlihatkan sisi lain dari kasus yang menjerat Ariel. Jika penggemar dan sebagian orang melihat dari sudut pandang kasus Ariel lewat pemberitaan media, film ini mengajak kita ikut berada dalam situasi yang dihadapi personel band NOAH lainnya.
Bagaimana Ariel mengisi hari-harinya di penjara, dan tetap berusaha membuat musik? Bagaimana kasus yang menjerat Ariel membuat personel NOAH lainnya sempat malu untuk keluar, dan muak dengan pemberitaan media?
Sekelumit kisah tersebut menjadi konflik utama dalam gabungan footage dan dokumentasi band tersebut sejak berdiri pada tahun 2000. Namun inti cerita film adalah, bagaimana NOAH bangkit dari keterpurukan itu dan kembali terang benderang.
Ketika Ariel di penjara, personel lainnya kembali membuat musik instrumental dari lagu-lagu mereka. Uki, Lukman, Reza, dan David berkolaborasi dengan Idris Sardi dan beberapa musisi lainnya untuk membuat konser tanpa suara vokalis.
Ya, sebesar itu mereka menghormati Ariel dan tidak meninggalkannya. Bahkan dalam konser, standing mic Ariel tetap dibiarkan berdiri dengan sorotan lampu. Di sampingnya terletak gitar yang selalu dipakai vokalis berkarisma itu.
NOAH 'Awal Semula' merupakan dokumentasi berharga bagi para Sahabat NOAH dan pengetahuan baru yang menarik bagi penonton secara umum. Bukan saja untuk pertama kalinya para personel band tersebut lebih terbuka pada masalah-masalah yang mereka lalui, namun film ini menjadi semacam media yang makin membuat intim penggemar dan idolanya.
Tetapi, plot yang dirajut Putrama Tuta agar film ini tak terasa membosankan dan terlalu 'dokumenter', tetap menyisakan cela. Beberapa chapter dalam film ditampilkan terlalu singkat dan seolah terburu-buru menuju ke chapter lain.
Misalnya, ketika penonton masih dibuat penasaran dengan konsep konser unik NOAH di Bali. Semua penonton mengenakan headphones dalam konser tersebut, dan Ariel hanya tampil lip sync di panggung. Bagian itu menarik, namun kurang digali lebih dalam.
Jika persoalannya durasi, mungkin Tuta bisa membuang beberapa adegan yang menampilkan para personelnya yang sedang merokok (yang cukup banyak dalam film ini), dibanding membatasi keutuhan cerita pada masing-masing chapter.
Merokok di pesawat, merokok di mobil, merokok di kamar hotel, merokok saat interview... Mungkin beberapa adegan itu bisa dipertimbangkan untuk di-cut, mengingat sebagian besar penggemar NOAH adalah anak-anak remaja. Dan fakta bahwa salah satu sponsor terbesar film ini adalah perusahaan rokok, sulit untuk membuat kita tak bisa tidak berpikir bahwa adegan-adegan itu memang sengaja ditampilkan.
(ich/mmu)











































