Pasa saat yang lain, ia seperti bergumam untuk dirinya sendiri, "Market kita aneh!" Dia duduk bersama Eric Sasono dalam diskusi 'Menjegal Film Indonesia' di Kampus Binus Internasional pertengahan Desember lalu. Dia tengah membicarakan salah satu film yang diproduserinya, 'Sang Penari', yang mendapat sambutan hangat antara lain di media sosial.
Kemal merasa "tertipu" dengan euforia di Twitter. "Saya terjebak di Sang Penari. Setiap menit ada update baru, tapi ternyata tak terbukti di sale. Ini hip apa?" Social media hip-nya semu, nggak bisa diukur. Gerakan online tak mencerminkan sale sungguhan," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya masyarakat "awam", nama-nama beken dari kalangan pelaku industri film pun memuji-muji dan merekomendasikan 'Sang Penari'. Bahkan, ini masih di Twitter, sampai lahir sebuah ajakan #KamisKeBioskop untuk mendukung film-film lokal yang dinilai bermutu yang tengah tayang di bioskop. Dengan ditonton lebih awal, film yang bersangkutan akan memiliki kesempatan lebih lama untuk bertahan di bioskop.
Namun, seperti dikeluhkan Kemal, ternyata gegap-gempita di Twitter itu tak mencerminkan kenyataan di lapangan. 'Sang Penari' sepi penonton. Memang, secara umum, tahun 2011 jumlah penonton bioskop turun. Tak ada film yang mampu mengumpulkan 1 juta penonton. Tapi tetap saja, dalam daftar 10 film Indonesia terlaris 2011 yang dirilis situs filmindonesia.or.id, 'Sang Penari' tidak masuk.
Kemal semakin tak habis pikir, karena 'Sang Penari' tak hanya ramai di Twitter, melainkan juga di media massa dan festival. "Kita diuntungkan oleh Tempo dan FFI," ujarnya merujuk pada Majalah Tempo yang menobatkan sutradara 'Sang Penari' Ifa Isfansyah sebagai sutradara terbaik, dan Festival Film Indonesia 2011 yang memenangkan 'Sang Penari' sebagai film terbaik. Bahkan, pemeran utama wanita Prisia Nasution juga membawa pulang Piala Citra.
"Tapi, semua itu tetap tak menolong. Sang Penari tak terangkat, penonton tetap sepi," ujar Kemal. "Ya, mungkin memang inilah market kita," tambahnya pasrah seraya memetik pelajaran dari fenomena itu, bahwa pada akhirnya perlu hati-hati dan cerdas untuk memainkan pasar yang ada agar sebuah film ditonton banyak orang.
(mmu/mmu)