Tidak pernah terbayangkan dalam kehidupan Salma Salsabil, bahwa bergabung dengan teman-teman ayahnya, pedagang kaki lima, di usia 10 tahun, ternyata sebuah keputusan yang tepat. Hingga mampu membawa Salma ke jajaran penyanyi solo perempuan Indonesia.
Apabila terdengar seperti cerita yang dramatis, memang begitu adanya. Salma Salsabil, juara terbaru dari sebuah kompetisi bernyanyi, melewati perjalanan bermusik yang menarik dan penuh ambisi.
Menjadi bintang tamu di Main Stage detikcom, Salam Salsabil bernostalgia lewat cerita dirinya pada medio 2012 silam.
"Jadi, awalnya papaku itu dulu jual soto, Pedagang Kaki Lima (PKL). Terus ada teman sesama PKL yang bisa main gitar. Karena aku suka musik, papa bilang 'ajarin anak gue tuh'. Terus pas diajarin, tahu aku bisa nyanyi juga. Dikenalin aku ke teman-teman papaku sesame PKL. Dari situ bikin band, absurd banget memang," buka Salma saat berbincang dengan detikcom.
Band yang dibentuknya bersama teman-teman ayahnya itu kemudian menjelma menjadi band festival. Salma, yang saat itu duduk di kelas 3 SD, menggawangi vokal, menyanyikan pop rock dari satu festival ke festival lainnya di area Jawa Timur, mulai dari Jember sampai Surabaya.
"Kalau di Surabaya itu ada festival musik pelajar gitu, se-Jatim, se-Indonesia di Surabaya itu kita pernah dapat juara satu. Pernah dapat The Best Vocal, The Best Guitar. Senang sekali pada zaman itu," lanjut Salma.
"Kalau dibilang aku lahir dari festival, iya benar. Tapi sejak kecil memang sudah senang dan minta sendiri untuk jadi penyanyi. Awalnya banget karena lihat saudaraku nyanyi, di bawah panggung aku lihat dia dapat tepuk tangan dari orang-orang, kok seru ya. Dari situ aku pengen dan minta ikutan nyanyi," sambungnya lagi.
Nyatanya, permintaan Salma kecil itu bukan isapan jempol belaka. Masuk di usia remaja, duduk di bangku SMP Salma semakin fokus lewat perjalanan solo. Bukan lagi festival, tapi merambah ke kompetisi bernyanyi yang tayang di berbagai televisi swasta. Terbilang lengkap, mulai dari Idola Cilik (2013), The Voice Kids (2016), Rising Star Indonesia (2016), The Voice (2018) dan Indonesia Idol (2023).
"Memang ambis anaknya (penuh ambisi)," celetuknya seraya tertawa.
"Kalau pas SMP itu aku udah nggak ikut festival band lagi cuman kayak ikut lomba-lomba antar sekolah. Kan banyak tuh biasanya lomba nyanyi, solo, terus mulai cover musik. YouTube juga sudah aktif saat itu, cover KOTAK, Paramore, Hayley Williams sangat memengaruhi sih, tarikan vokalnya, aksi panggungnya," jelasnya.
Bicara soal ambisi, toh nyatanya hal itu tidak hanya diperlihatkannya di atas panggung, tapi juga pendidikan. Di bangku pendidikan selanjutnya, Salma Salsabil memutuskan melanjutkan ke SMK 12 Surabaya, jurusan seni musik dengan pendalaman gitar klasik. Di jenjang kuliah, Salma merantau ke Yogyakarta untuk Institusi Seni Indonesia, jurusan Penyajian Musik. Di atas panggung maupun meja pendidikan, musik sudah dipilihnya sebagai jalan hidup.
Dan sepertinya sudah bisa ditebak, untuk menambah tabungannya, Salma pun melakoni pekerjaan paruh waktu, sebagai penyanyi kafe. "Aku paling banyak empat tempat dalam satu minggunya, satu tempat bisa dua kali. Lumayan lah ya," ucapnya sambil tersenyum.
Hari ini, tentu saja semua yang dilakukannya sejak kelas 3 SD itu membuahkan hasil, menempatkannya di posisi tertinggi sebagai juara utama sebuah ajang kompetisi bernyanyi paling populer. Salma ditempa di berbagai panggung festival dan kompetisi, yang kemudian menjadi bekal untuknya dalam langkah berikutnya berjalan di industri musik nasional. Saat ini, Salma juga telah merilis single debutnya, Menghargai Kata Rindu di bawah naungan Universal Music Indonesia.
Ada banyak detail seru lainnya dalam liku perjalan Salma Salsabil dalam bermusik. Tonton selengkapnya obrolan Salma Salsabil dalam video wawancara di 20Detik, atau dengarkan di Podcast Main Stage di Spotify.
(mif/dar)