Sebelumnya, Adrian Yunan dikenal sebagai bassist dari band Efek Rumah Kaca. Kini dirinya semakin mantap untuk bersolo karier.
Keputusan untuk bersolo karier yang diambil Adrian Yunan, menurutnya, tak lepas dari masa transisi yang dialaminya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berawal dari suntuk lah, gue bingung mau ngapain, gue jadi ngerasain bahwa sebenarnya berlama-lama di rumah itu penting dan banyak hal yang bisa kita pikirin. Walau pun nggak harus ditulis ke lagu, banyak hal yang penting," sambungnya.
Masa transisi tersebut terjadi di antara 2010 hingga 2015, tahun dimana kesepuluh lagu di album tersebut ditulis olehnya.
Kondisi kesehatan dan penglihatannya kala itu menjadi salah satu hal yang mendorong adanya transisi tersebut.
![]() |
Hal itu juga yang menyebabkan Adrian lebih banyak menceritakan hal-hal yang lebih personal dalam lirik lagunya. Ia menjadikan lagu-lagu yang ia tulis sebagai terapi.
"10 lagu itu (yang ada di album perdananya) temanya punya benang merah, yaitu tentang kehidupan gue di masa-masa itu. Itu awal gue rehat dari Efek Rumah Kaca karena kondisi fisik, mata, nge-drop gitu. Pertama kali blind total, terus waktu itu blind total. Terus waktu itu juga sakit lah jadi terpaksa istirahat," kenangnya.
"Sempet nge-drop, nge-down, tapi ini sebenernya proses ngelewatin itu. Lagu-lagu ini ditulis pada proses melewati kondisi itu. Menghibur diri, terus berusaha menterapi diri sendiri dengan bikin lagu," lanjutnya.
Pemilihan nama 'Sintas' pun berkenaan dengan cerita hidup yang ia lalui kala itu. Menurutnya, judul tersebut dianggap paling mewakili tema yang diangkat oleh albumnya, sekaligus masa transisi yang ia lewati tersebut.
"Tadinya belum tahu mau judul apa ya. Pokoknya album ini survival gitu. Benang merah adalah ini kehidupan yang survive melewati hal itu. Tadinya masih cari kata lain dalam bahasa Indonesia, ternyata baru tahu ada kata baru Sintas yang artinya sama," jelasnya.
(srs/tia)