Hal tersebut haruslah ditentang lewat berbagai ajang dunia, Frankfurt Book Fair 2016 salah satunya.
"Tentu (ke depan Indonesia setara dengan negara lain dalam hal sastra dan budaya-red), tentu dengan berbagai tantangannya. Tentu kita ingin dibaca lebih luas. Ruang-ruang seperti FBF ini ruang yang tepat," ujar Aan di sela-sela acara FBF 2016, Rabu (19/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita terjebak untuk apa yang disebut bahayanya narasi tunggal. Kita didefinisikan orang terus-menerus, sementara kita sendiri yang tahu. Kita harus mendefenisikan kita," tutur penulis kumpulan puisi 'Tidak Ada New York Hari Ini' itu.
Narasi tunggal itu seperti dunia Barat yang melihat Indonesia masih rendah budayanya, padahal sastra telah lahir jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Saat ini, keragaman budaya di Indonesia telah sangat berwarna, tetapi dunia baru lebih mengenal Bali, dibandingkan Indonesia. Sehingga yang ada adalah narasi tunggal dunia terhadap Indonesia.
"Membaca adalah dalam rangka itu bahwa membuat apa yang meminimal bahaya narasi tunggal kecuali kita menerima definisi tentang kita, Labeling dari luar," ucap Aan.
Untuk mengenalkan Indonesia lebih jauh, buku menjadi salah satu cara terbaik. Lewat buku, Indonesia haruslah menceritakan keragaman dan identitas ke-Indonesia-an.
"Sementara Indonesia juga kaya. Yang disebut Indonesia luas sekali," ucap Aan.
Di FBF 2016, Aan juga akan meluncurkan buku kumpulan puisinya yang dialihbahasakan menjadi bahasa Inggris, dari 'Tidak Ada New York Hari Ini' menjadi 'There Is No New York Today'.
(asp/wes)