Teguh Karya yang memiliki nama asli Steve Lim Tjoan Hok, kata Slamet, setiap bulannya selalu mementaskan satu pertunjukan teater di sanggarnya. "Setiap tahun ada 12 produksi teater dan dua film garapannya selama satu tahun. Ini yang nggak bisa saya saingi," ucap Slamet terkekeh.
Pria kelahiran 22 September 1937 silam ini dikenal tidak hanya menjadi sutradara dan penulis naskah teater terbaik yang pernah dimiliki negeri ini. Tapi juga sempat mengawali karier sebagai pemain sandiwara dan pemain film.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet yang menjadi anak didik dari Teguh Karya masih ingat akan ajaran maupun teori yang diajarkan. Yakni 'mind, body, and soul' yang diterapkan dalam workshop GladiActor.
"Saya ingat perkataan Pak Teguh bahwa perjalanan menjadi aktor bukan perjalanan pendek tapi yang sangat panjang. Baik itu di seni teater, film, dan televisi. Writing, acting, dan directing. Siapapun yang akan berniat untuk meningkatkannya akan akting, silakan datang. Datang ke Sanggar Teater Populer," lanjut pria yang akrab disapa Memet oleh Teguh.
Selain Slamet dan Niniek L. Karim, banyak tokoh yang lahir dari Teater Populer yang didirikan teguh sejak 1968. Di antaranya pendiri Teater Koma Nano Riantiarno, aktris Christine Hakim, sutradara Frank Rorimpandey, dan aktor Alex Komang. Kini, Festival Film Indonesia (FFI) tahun ini memberikan tribute kepada karya-karya Teguh Karya. Baik kiprahnya di dunia teater maupun di perfilman Indonesia.
Beberapa karya Teguh yang terkenal dan membuatnya diganjar penghargaan Sutradara Terbaik FFI antara lain, 'Cinta Pertama', 'Ranjang Pengantin', 'November 1828', dan 'Di Balik Kelambu'.
(tia/ich)