Andai Museum Prangko Indonesia Lebih Interaktif

Serba-Serbi Prangko Indonesia (4)

Andai Museum Prangko Indonesia Lebih Interaktif

- detikHot
Senin, 13 Jan 2014 12:58 WIB
Jakarta - Sepi dan senyap, rasanya tepat untuk menggambarkan suasana di Museum Prangko Indonsia di kawasan komplek Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Ketika detikHOT mengunjungi museum ini di hari kerja, rasanya seperti tak ada kehidupan. Di buku tamu museum ini pun tertulis, orang terakhir yang mengunjungi museum ini ada dua dan ini dua hari lalu.

Di museum ini ada beberapa petugas yang bekerja disini, salah satunya Tugiono selaku pemandu museum. Ia bersama tim hari itu, totalnya empat orang. Ada yang bertugas di tempat buku tamu, tiket dan konservasi.

Tetaplah senyap, jumlah patung yang ada di ruang pameran saja lebih banyak dari jumlah manusia yang berada disana. Kebayang kan? Beruntung saat ini, detikHOT melihat dua pengunjung lain. Pengunjung ini bernama Alviano Juliantara dan Janis Mayke, mereka adalah mahasiswa yang tengah menghabiskan libur semester baru.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iseng saja kesini, cari hal baru mumpung lagi libur, daripada hanya ke mall. Teman-teman di kampus juga suka punya ide berkunjung ke museum," ujar Alviano kepada detikHOT (09/01/2014).
Mahasiswa semester enam di Antropologi Universitas Indonesia ini, tampak asik melihat dengan detail konten dari prangko yang ada disini.

Ini adalah kali pertamanya ia ke Museum Prangko Indonesia, "Lumayan juga jadi bisa nambah kan pengetahuan tentang sejarah dan budaya kita." Namun pendapatnya, museum ini agak lembab dan berdebu, kaca ruang sajinya mulai buram karena debu. "Agak debu ya, sayang sih, ini kan juga bikin suasananya jadi mati dan aura museumnya jadi seram," ujarnya.

Alviano mengaku, bila datang sendirian ke museum ini, ia tidak akan berani. Selain banyak patung dari profil manusia, museum ini sepi dan tidak ada fitur interaksi. "Kenapa enggak dicoba menggabungkan unsur sejarah dengan digital, jadi dibuat ada sesuatu yang interaktif. Misalnya dengan sajian game atau video. Jangan mau kalah sama mall juga lah, biar suasananya lebih hidup."



Menurut Alviano, meski surat-meyurat sudah mulai mati, semangat anak muda menjelajah ke museum jangan ikut surut. Malah nilai dari museum seharusnya semakin besar, karena terkait dengan sejarah. Dari kunjungannya kali ini, ia bahkan menemukan fakta soal prangko Universitas Indonesia di Bandung zaman dahulu kala.

Ia sendiri bukan pengoleksi prangko, pada dasarnya kedatangannya hari ini hanya ingin tahu hal baru. Untuk generasi anak kelahiran 1992 ini, ia mengaku tak begitu dekat dengan benda pos termasuk prangko. Alviano pun baru sadar bahwa dengan mengoleksi prangko, ia bisa investasi. "Karena kan tadi dijelaskan kalau prangko itu akan ditarik dari peredaran setelah enam tahun, dari situ kolektor banyak memburu. Jadi tertarik juga untuk investasi ini."

Museum ini sendiri, masih jadi tujuan wisata dari sekolah-sekolah. Menurut pemandunya, bila sepi museum ini didatangi sekitar 15 orang per hari. Dan saat ramai karena kunjungan sekolah bisa ada 100-an pengunjung. Museum Prangko Indonesia juga memiliki ruang pertunjukan film, yang dibuka ketika sedang ramai. Disini akan diputarkan film mengenai sejarah prangko di Indonesia.

(ass/utw)

Hide Ads