Lima museum seni itu di antaranya Museum Puri Lukisan (Bali), Museum Pasifika (Bali), Neka Art Museum (Bali), Agung Rai Museum of Art (Bali), dan Museum Oei Hong Djien (Magelang).
Tema pameran, 'Modern Balinese Painting : The Relationship With Rudolf Bonnet and Arie Smith', berkaitan dengan keberadaan dua seniman asal Belanda tersebut dalam memberi kontribusi bagi dunia seni yang ada di Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pameran ini menjadi sebuah kajian penting tentang lukisan modern Bali dan Indonesia dan mempertemukan hubungan antara pelukis Belanda dan pelukis muda Bali," kata Ton dalam konferensi pers di Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta, Sabtu (23/11/2013).

Total sekitar 21 lukisan yang dipamerkan. Tiga dari Museum Oei Hong Djien merupakan karya lukisan Rudolf Bonnet dan Arie Smit, empat lukisan Neka Art Museum merupakan karya murid-murid Arie Smith, lima lukisan dari Museum Puri Lukisan, empat lukisan Museum Pasifika, dan sisanya berasal dari Agung Rai Museum of Art.
Sejarahwan seni sekaligus kurator pameran Helena Spanjaard mengungkapkan alasan dibalik pemilihan lukisan-lukisan tersebut, yakni yang paling berkaitan erat dengan Rudolf Bonnet dan Arie Smith.
"Ide dasarnya dari dua tokoh ini lalu saya mengkurasi beberapa lukisan yang semuanya punya kualitas terbaik. Warisan Bonnet dan Smith masih banyak ditemukan di museum dan galeri di Ubud dan wilayah Bali lain, dan tentu bisa menjadi inspirasi," ujar Helena.

Pemilik Museum Puri Lukisan, Tjokorde Gede Putra Sukawati menilai, pengaruh kedua seniman yang lama tinggal di Ubud itu sangat besar. Terutama dalam memberi warna serta dinamika seni di Indonesia.
"Pengaruhnya sangat besar karena menambah warna bagi seniman yang ada di Bali, terutama pelukis muda modern tradisional," kata Tjokorde.
(fip/utw)