Mundur ke awal tahun 2000-an saat Indonesia mengenal dengan sangat baik sosok bernama Ki Joko Bodo. Salah satu paranormal paling tersohor dengan berbagai ramalan sensasional, perceraian artis sampai tebak skor pertandingan sepakbola.
Ki Joko Bodo juga laris manis di kalangan profesional, pengusaha maupun pejabat. Apalagi jika menjelang Pemilu. Banyak yang merapat, mengharapkan bimbingan, wejangan dan kesaktian demi memuluskan segalanya.
Setelah lebih dari satu dekade menjalankan praktek tersebut, pada sekitar 2018, Ki Joko Bodo memutuskan untuk berhenti. Meninggalkan ribuan jin yang dulu dikatakan berkomunikasi dengannya, mendekatkan diri dengan Sang Pencipta dan hidup lebih tertutup. Lama tidak terdengar lagi ceritanya sampai kemudian seorang remaja putri bernama Ayda Prasasti Paraningratu muncul di media sosial. Kemudian diketahui dia adalah anak dari Ki Joko Bodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
detikHOT menghubungi Sasti --sapaan akrabnya-- untuk tahu lebih banyak. Tentang dirinya sendiri, dan tentu saja mengenai ayahnya dan cerita-cerita dari balik Istana Wong Sintinx yang terkenal itu.
Janji untuk bertemu, di suatu siang detikHOT bertamu ke Istana Wong Sintinx, rumah tinggal dengan desain nyentrik. Berdinding ukiran perjalanan hidup tuan rumahnya, memiliki candi bertingkat, patung ular dan burung hantu sebagai gerbang masuknya. Rasanya tidak berlebihan jika suatu saat di masa depan, bangunan megah dan luas tersebut bisa menjadi cagar budaya dan pemanfaatan lainnya.
Kembali ke Sasti, dia keluar dari rumah dengan gaun berwarna dominan putih dan merah muda. Kontras dengan lingkungan sekitarnya. Senyumnya merekah, membawa detikHOT untuk mengobrol di satu area yang katanya selalu digunakan untuk menerima tamu. Bentuknya seperti goa, berpayung pohon rindang dengan deretan kursi yang disusun melingkar. Di situ dia bercerita bahwa dirinya adalah mahasiswi yang begitu antusias terhadap bidang akademis dan bercita-cita menjadi jurnalis.
"Iya sebenarnya aku pribadi, aku cinta sama suka belajar, jadi memang terutama sama bidang politik, makannya salah satu role model aku Najwa Shihab, that's why aku mau jadi jurnalis. Di kampus aku ambil (mata kuliah) broadcast. Alasan lainnya adalah apa yang aku lihat soal pemberitaan di media soal ayahku benar-benar nggak enak di hati, kok rasanya menjatuhkan. Kayaknya ada sesuatu yang nggak beres, aku harus belajar lagi nih tentang dunia jurnalistik," buka Sasti.
Tidak hanya sekadar kupu-kupu (kuliah-pulang), remaja kelahiran November 2002 ini juga menjabat sebagai Vice President of Himpunan Mahasiswa Penyiaran Multimedia di kampusnya, Universitas Indonesia.
"Jadi tugas aku seperti menyusun grand design, apa yang mau dibuat untuk himpunan selama satu tahun masa jabatan. Jika sudah jadi, sekarang tugasnya controling dan menerima report proker (program kerja) dari teman-teman."
"Tapi sekarang karena kurikulum aku studi kerja, lagi magang jadi aku belum ke kampus." Sasti tercatat sedang melakukan program magang sebagai kreator konten di akun TikTok PinterPolitik.com.
![]() |
Cukup kaget waktu mendengar ternyata anak ke-3 dari 4 bersaudara ini antusias terhadap politik. Akan tetapi, ternyata sang ayah pun begitu. Bahkan Ki Joko Bodo lebih dari sekadar tertarik, tapi juga ikut dalam aktivisme di masa kuliah, dipenjara pada saat Orde Baru dan mendirikan partai politik. Dan, semuanya juga tertuang dalam ukiran perjalanan hidup di dinding luar rumahnya itu.
"Ini sebenarnya semua orang pada tahu atau nggak, tapi dulu tuh ayah aku seorang politisi. Tahun 2002 ayah punya partai, namanya Partai Permata Nusantara (Perantara). Itu kalau lihat di tembok, ada ukiran hidup ayahku, ada juga di batu prasasti yang di depan. Dari mahasiswa waktu kuliah di Yogya, ayah suka menyuarakan pendapatnya, nggak puas sama pemerintahan dan lain sebagainya. Beliau itu skeptis dengan apa yang terjadi di Indonesia. Dulu itu ayah nggak mau nonton berita gitu, tapi aku kepo. Jadinya aku cari tahu lebih dalam, nontonin wawancara, berita. Kalau teman-teman nonton serial, aku nontonnya itu. Dari situlah aku makin tertarik," kenang Sasti.
Diskusi politik dengan sang ayah juga diceritakan kerap terjadi. Sang ayah menitip kepadanya tentang bagaimana Sasti seharusnya bisa bersikap jika suatu hari mendapatkan tanggung jawab.