Ustaz Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah mengakui di awal pandemi sempat mengeluhkan terbatasnya ruang untuk berdakwah. Tapi seiring bermunculannya berbagai aplikasi tatap muka secara daring (online) justru memberikan berkah tersendiri. Dia dapat tetap berdakwah dengan jangkauan jamaah lebih massif dan protokol kesehatan terjaga.
"Kami para kiai dan ustaz memang dituntut untuk siap beradaptasi dengan teknologi baru seperti zoom. Saya tinggal nyalain kamera udah bisa dakwah kepada seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia," kata Gus Miftah dalam program Blak-blakan di detikcom, Jumat (7/5/2021).
Dengan memadukan teknologi aplikasi virtual semacam itu dia melayani dakwah tatap muka langsung di sejumlah daerah. Hanya saja jamaah yang hadir tidak massif, melainkan hanya beberapa orang sesuai protokol kesehatan. Pada saat bersamaan, jalannya dakwah dapat diikuti secara langsung oleh jamaah lain di berbagai tempat lain melalui youtube.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kategorinya dakwah offline secara hybrid. Sehari saya pernah mengisi 5-6 acara," kata kelahiran Lampung, 5 Agustus 1981 tersebut.
Seiring popularitasnya yang terus menanjak, pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Yogyakarta itu juga punya program talks show di sebuah stasiun televisi swasta. Khusus selama Ramadhan, dia juga mengisi tausiah di sejumlah media online. Tak heran bila dia mengaku honornya terkadang meningkat dari yang sebelumnya di kisaran 3M dan 7,5M, kali ini sesekali dia mengaku menerima honor 12M.
Hanya saja Gus Miftah buru-buru menjelaskan bahwa M dimaksud bukan 'miliar rupiah' melainkan akronim dari 'maturnuwun (terima kasih) mas miftah'. Sementara 7,5 M akronim dari pitu (tujuh) lungan (meminta tolong) setengah maksa.
"Kalau 12 M itu kalih welas (dua belas) mas. Jadi karena kita kadang-kadang ditelepon panitia suruh ngisi acara tapi enggak ada anggaran. Ya gimana lagi, sudah kita ambil," tuturnya diiringi tawa.
Sibuk Berdakwah, Gus Miftah Ngaku Tadarusnya Kacau
Selama Ramadhan jadwal ceramah Gus Miftah tergolong padat. Setiap hari dia harus melayani 5-6 kali ceramah secara online maupun hybrid (gabungan offline dan online). Tak cuma waktu untuk keluarga yang tersita, untuk kebutuhan pribadinya ada yang terganggu.
"Kayak kemarin saya baru sampe dari Jakarta langsung tapping. Ada zoom, ada hybrid. Sehari bisa 5-6 kali. Jadi itu (tidur) menjadi sesuatu yang mahal," tutur pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Yogyakarta itu dalam program Blak-Blakan detik.com, Jumat (7/5/2021).
Kalau sedang di Jakarta, dia melanjutkan, tak cuma waktu tidur yang terganggu, olah raga pun nyaris tak sempat. Toh begitu, untuk ibadah Ramadhan dia selalu mengupayakan tetap melakukan, khususnya tarawih. Bila pulang memberikan tausiyah hingga lepas tengah malam, tarawih biasa dilakukannya sendirian di apartemennya.
Bagaimana dengan tadarus? Untuk ibadah yang satu ini, lelaki bernama asli Miftah Maulana Habiburrahman itu mengakuinya sedikit kacau. Meskipun tak bisa khatam beberapa kali, tapi dia mengaku berusaha istiqomah melakukannya.
"Di luar Ramadhan kalau tadarusan al-quran selalu disempatkan, cuma pas ramadhannya memang agak kacau. Tidak khatam tapi tetap disempatkan. Yang paling berat dari semua amal itu adalah istiqomah. Kenapa istiqomah itu berat? Pasti bro, karena kalau yang ringan itu namanya istirahat," ujarnya cengengesan.
(nu2/nu2)