Dari Iwan Fals hingga John Lennon Peduli Buruh

Hari Buruh 2017

Dari Iwan Fals hingga John Lennon Peduli Buruh

Registra Arrizky -Sudrajat - detikHot
Senin, 01 Mei 2017 16:58 WIB
Foto: Infograsi Registra Arrizky dan Sudrajat
Jakarta - Kerja keras bagai kuda, dicambuk dan didera / Semua tak kurasakan untuk mencari uang

Syair lagu bertajuk 'Jemu' itu dilantunkan grup legendaris di era 1970-an, Koes Plus. Meski pernah dicap sebagai kelompok musisi, 'Ngak-ngik-ngok' oleh Presiden Soekarno, nyatanya lagu-lagu mereka tak melulu berkutat soal cinta.

Pengibaratan sosok para pekerja sebagai kuda, sepertinya di sana-sini masih cukup aktual dengan kondisi saat ini. Masih banyak buruh yang bekerja dengan upah rendah tanpa tunjangan dan perlindungan lain yang memadai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara penyanyi balad Iwan Fals yang terkenal lewat 'Oemar Bakrie' ternyata juga punya perhatian khusus terhadap kaum buruh. Lagu 'PHK' yang dinyanyikan dalam irama rock, memotret nasib paling kelam kehidupan seorang buruh. Dia harus diberhentikan dari pekerjaannya karena pabrik lebih memilih mesin yang efisien. Sayang, pesangon yang diterima jauh dari memadai sehingga si buruh murka.

Tak kuasa menahan amarah pasca di PHK, dia nekat membunuh sang majikan sehingga berakhir di penjara.

Pesangon yang engkau kantongi / Tak cukup redakan gundah / Tajam pisau kepalan tangan / Antarkan kau ke pintu penjara

Sejumlah penyanyi kondang dari mancanegara juga pernah membuat lagu khusus bertema buruh. Umumnya yang mereka potret adalah tingkat kesejahteraan yang tak sebanding dengan waktu kerja dan tenaga yang dikeluarkan.

John Lennon, pentolan The Beatles dari Liverpool, Inggris malah mengingatkanbahwa semua pihak yang bekerja dengan ikatan jam kerja tertentu masuk kelas pekerja. Tak peduli dia punya titel akademis mentereng. 'Working Class Hero', begitu Lennon berupaya menyadarkan kita semua lewat lagunya tersebut.

Sementara The Ramones lewat lagu 'It's Not My Place' atau 'In the 9 to 5 World' mengingatkan, kita memang harus bekerja dan berpenghasilan. Tetapi hal itu tak semestinya menjadikan kita seperti robot. Dikungkung oleh aturan korporasi dan pemilik modal. Begitu inti pesan lagunya.

Begitu juga dengan Dolly Parton dan Bruce Springsteen yang masing-masing melantunkan '9 to 5' dan 'Factory'. Bruce mendeskripsikan rutinitas para buruh; berangkat kerja sejak matahari terbit, menguras tenaga menyelesaikan pekerjaan, dan kembali ke rumah dalam lunglai.

Semua itu menurut Dolly tak lebih dari sekedar perangkap para majikan. Menguras tenaga dan pikiran dari pukul 9 hingga 5 sore demi secuil gaji, kata dia, sebetulnya hanya memperkaya pemilik modal. "It's a rich man's game no matter what they call it. And you spend your life, puttin' money in his wallet".

Secara khusus, Donna Summer yang lebih dikenal sebagai penyanyi berirama disk, menunjukkan kepeduliannya terhadap pekerja perempuan. "She works hard for the money. So you better treat her right".

Adakah dari mereka yang terjebak dalam rutinitas dengan penghasilan pas-pasan itu yang kemudian memilih menjadi 'orang merdeka'? Bob Dylan mengulasnya lewat 'Maggie's Farm'. Lewat lagu ini dia berkisah tentang seorang petani yang memilih berhenti bekerja ketimbang pura-pura bernyanyi sebagai pelarian atas perbudakan yang terjadi pada dirinya. (jat/kmb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads