Bambang Gentolet, yang mengawali kariernya di panggung lawak Srimulat Surabaya, muncul dan terkenal jauh sebelum era stand up comedy menjadi primadona tayangan humor industri hiburan televisi.
Tapi, Bambang, dengan ciri khas kepalanya yang plontos, wajahnya yang udik, selalu terlihat tegang dan serius, serta kerap berperan sebagai pembantu, adalah pelawak yang melampaui zamannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebagaimana Gepeng, Basuki, Mamiek atau Timbul, dalam perannya sebagai pembantu, Bambang selalu tampil sebagai aktor tunggal pembuka panggung pertunjukan. Selama beberapa menit ia melawak sendirian, mengeluh betapa beratnya jadi pembantu, bekerja di rumah orang kaya yang biasanya dikisahkan galak dan pelit, dan ia menggerundel 'ngrasani' sang majikan, sambil sesekali mengibaskan kain lap yang disampirkan di pundaknya.
Adegan semacam itu sudah menjadi pakem dalam panggung Srimulat, diulang-ulang beribu-ribu kali, dan penonton tetap saja tertawa, bahkan menunggu, kapan saat si majikan muncul, dan si pembantu yang tak menyadari tetap nyerocos sendirian membicarakan berbagai kejelekan si majikan tersebut. Sekali lagi, penonton bukan hanya tertawa, tapi juga menunggu, selalu menunggu, adegan yang sudah dihapalnya itu.
Jadi, apa sebenarnya makna dari melawak itu? Apa pula arti dari (lawakan yang) lucu itu? Orang bisa berdebat apakah Eko DJ, yang telah mendahului Bambang Gentotet belum lama ini, adalah pelawak yang lucu atau tidak. Basuki, yang juga sudah mendahului ke alam baka, setiap muncul di panggung lebih sering marah-marah ketimbang 'melawak', atau 'berusaha melucu'.
Mamiek Prakoso βlagi-lagi harus disebutkan, sudah mendahului pergi untuk selama-lamanyaβ juga lebih sering menampilkan diri sebagai sosok yang 'sok intelek' ketimbang melucu. Tapi, Eko DJ, Basuki, Mamiek, selalu berhasil memancing tawa.
Bambang Gentolet adalah bagian dari keunikan karakter lawak Srimulat, yang oleh sementara orang kota dan berpendidikan kerap dicitrakan sebagai lawakan bodoh. Tapi, zaman membuktikan, Srimulat nyaris tak lekang oleh zaman, dari era TVRI hingga Indosiar mereka berjaya, bahkan melebarkan sayap hingga ke tayangan kethoprak humor, dan banyak personelnya yang sukses di film serta sinetron. Bambang Gentolet barangkali tergolong pelawak yang 'tidak lucu' itu, tapi di Srimulat, lucu memang bukan sesuatu yang mutlak.
"Lucu itu aneh," kata Teguh, sang pendiri grup lawak legendaris itu, yang dipegang erat dan jadi panduan oleh para pemain Srimulat dari generasi ke generasi. Maka, kita pun mengenal sosok-sosok Didik Mangkuprojo, Mamiek hingga Gogon dengan penampilannya yang khas, gaya rambutnya yang ikonik, dan tingkah lakunya di atas panggung yang selalu ditunggu penonton. Gogon misalnya, hanya dengan melipat tangannya di depan dada sambil menunjukkan mimik muka manyun, sudah bisa bikin orang tertawa.
Bambang melucu dengan cara memperkenalkan namanya, membunyikan kata 'Gentolet' dengan nada tertentu yang dipanjang-panjangkan, meliuk-liuk sambil kepalanya yang plontos digoyang-goyangkan. Dan, itu menjadi karakter utamanya, karakter keaktorannya sebagai pelawak. Setiap anggota Srimulat punya itu, dan boleh dibilang 'hanya' berbekal karakter untuk menjadi lucu.
Generasi aktor yang terjun ke panggung lawak televisi seperti Tora Sudiro dan Indra Birowo misalnya, dengan sangat baik dan jeli mempelajari bagaimana para pemain Srimulat mengulang-ulang lawakannya, hingga menjadi karakter yang melekat dan kuat.
Thukul Arwana, dan genk Sule-Andre pun mengadopsi strategi tersebut dalam membentuk dirinya sebagai para penghibur kelas wahid di televisi, dengan tayangan mereka yang bertahan lama dan digemari masyarakat.
Dalam lawak, seperti diperlihatkan Srimulat, dan ditiru banyak pelawak generasi sesudahnya, penonton tidak perlu sesuatu yang baru. Ketika Timbul muncul, penonton hanya menunggu kapan ia mengatakan "maka dari ituβ¦" lalu diam lama, dan pemain lainnya menunggu lanjutannya, tapi ternyata memang tak ada lanjutan apa-apa. Ketika Asmuni muncul, penonton hanya menunggu kapan ia mengucapkan frasa dan kata-kata andalannya seperti 'hil yang mustahal' atau 'musyawaroh'.
Kepergian Bambang Gentolet menambah panjang deret para pemain Srimulat yang pergi dari dunia fana ini, dan kita akan merindukan lawakan mereka yang diulang-ulang tapi tak pernah lekang.
![]() |
Kita akan rindu pelawak-pelawak 'tradisional', para penghibur bakat alam, yang tak sekedar 'pandai melucu' tapi juga punya karakter dan ciri khas, mampu menciptakan sesuatu yang kemudian menjadi lekat di benak dan hati masyarakat.
Seperti Gepeng dengan celetukan 'untung ada saya'-nya, atau Polo dengan gaya bicaranya yang muter-muter dengan 'bahasa tingkat tinggi', atau Gogon dengan tangan sedekap dan wajah manyunnya.
Dan, Bambang Gentolet dengan 'geeeeentoleeet'-nya ketika memperkenalkan diri sambil meliuk-liukkan lehernya.
(mmu/ken)