Perawakannya khas dengan rambut memutih dan topi fedora yang selalu dikenakan dalam setiap penampilan. Remy Sylado selalu muncul dalam setiap acara sastra dan seni Ibu Kota sejak dekade 1970-an, ia tak kenal lelah mempopulerkan karyanya dan berbicara banyak hal.
Pada April 2019, Remy Sylado muncul di Museum MACAN kala sahabatnya pelukis si 'mata hitam', Jeihan Sukmantoro, menggelar pameran tunggal. Tujuh bulan berikutnya, Jeihan meninggal dunia.
Remy Sylado yang berjumpa dengan sahabat lamanya, Jeihan, dan juga Sapardi Djoko Damono berbicara tentang seni dan puisi. Ketiganya adalah teman seangkatan yang telah melanglang buana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria bernama lengkap Japi Panda Abdiel Tambayong merupakan tokoh yang menggagas puisi 'mbeling' di sekitar 1972. Saat itu, adalah masa Orde Baru dan banyak seniman yang dibungkam.
Dalam ranah sastra, puisi 'mbeling' melampaui batas dan pakem yang ada. Tak seperti angkatan sebelumnya yang penuh dengan rima, mbeling muncul dengan apa adanya bahkan kata maupun huruf yang dipakai Remy Sylado nyeleneh.
Dalam berbagai wawancara, Remy Sylado menjelaskan puisi mbeling hadir sebagai penampungan kreativitas bagi anak muda. Sudah tak zamannya lagi, puisi itu terikat pada kata-kata yang sama maupun berima. Mbeling sendiri artinya nakal, susah diatur, dan memberontak dalam bahasa Jawa.
Lahir pada 12 Juli 1945, Remy Sylado dikenal sebagai seniman serba bisa. Dari menulis buku drama, sutradara, aktor teater, pemain film, sinetron, penyair, novelis, hingga pelukis. Di usianya yang tak tergolong muda lagi, semangat dan produktivitas Remy masih membara untuk berkarya.
Dikutip dari laman Kemendikbud, Nama Remy Sylado mulai disandang sejak ia membentuk grup musik bernama Remy Sylado Company semasa SMA di Semarang. Hal itu pun yang menginisiasi penggunaan nama Remy Sylado. Selain itu, jika dilihat lebih cermat, nama itu pun didapat darichordpertama lirik lagu "All My Loving" milik The Beatles. Lambang 2-3-7-6-1 adalah notasi re-mi-si-la-do.
Remy Sylado juga dikenal pandai berbagai bahasa, mulai dari bahasa Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, Inggris, dan Belanda.
Salah satu karya terkenalnya yang diadaptasi ke film populer adalah Ca Bau Kan (2002) dari novel yang berjudul sama. Penampilan ikonik Remy Sylado dalam layar lebar di antaranya adalah drama romantis Tinggal Sesaat Lagi (1986), drama keluarga Akibat Kanker Payudara (1987) dan drama keluarga 2 dari 3 Laki-Laki (1989) mendapatkan apresiasi dan pujian kritis.
Dari semua aktingnya itu membuatnya mendapatkan nominasi untuk Piala Citra di Festival Film Indonesia, ketiganya sebagai Aktor Pendukung Terbaik.
Sampai akhir hayatnya, ia masih aktif menulis. Bahkan ada satu novel terakhir yang kabarnya segera dirilis dan Anies Baswedan janji untuk membiayai perilisannya. Kini, seniman serba bisa yang sempat menjalani operasi hernia di awal Januari 2022 itu tutup usia.
Remy Sylado berpulang di usia 77 tahun. Jenazahnya kini disemayamkan di rumah duka, Cipinang Muara, Jakarta Timur.
(tia/wes)