Buku biografi mendiang George Floyd dan kumpulan puisi karya pemenang Pulitzer Prize Sharon Olds dinominasikan ke dalam daftar panjang penghargaan bergengsi di Amerika Serikat.
Biografi George Floyd itu berjudul His Name is George Floyd: One Man's Life and the Struggle for Racial Justice. Bukunya ditulis oleh wartawan yang bekerja di Washington Post, Robert Samuelsan Toluse Olorunnipa.
Karyanya yang dikategorikan sebaggai nonfiksi, berdampingan dengan rival lainnya yakni Ted Kennedy: A Life karya Jon A Farrel. Penulis New Yorker Kathryn Schulz juga menulis Lost & Found: A Memoir, Anna Badkhen dengan karyanya Briht Unbearable Reality: Essays, dan Natalie Hodges berjudul Uncommon Measure: A Journey Through Music, Performance, and the Science of Time.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biografi George Floyd menjadi sorotan karena sosok kontroversialnya yang memicu demonstrasi besar-besaran di AS. Sampai memunculkan gerakan Black Lives Matter untuk mereformasi kepolisian di negeri Paman Sam.
Bukunya mengisahkan kehidupan George Floyd dan peristiwa mengenaskan yang dibunuh oleh petugas polisi Derek Chauvin. Gara-gara peristiwa itu, persoalan rasisme dan rasialisme gencar dibahas di AS.
Tak hanya mengisahkan kehidupan George Floyd saja, namun juga memuat wawancara dengan teman dan keluarga Floyd serta komunitasnya.
Bahkan nenek moyang George Floyd juga dibahas karena mereka bekerja sebagai petani penyewa selama era Rekonstruksi.
Aspek kehidupan George Floyd seperti pola pengasuhan, kecanduan narkoba, dan berbagai aspek kehidupannya juga dibahas.
Seorang kritikus buku, Kehinde Andrews dari The Guardian memuji buku biografi George Floyd, sebagai buku yang tidak digambarkan sebagai orang suci. "Tapi menjelaskan banyak kekurangan dan konteks seorang George Floyd," katanya.
"Penulis berani menulis untuk menggunakan cerita George Floyd untuk mendidik masyarakat tentang penyakit rasisme struktural yang ada di AS," tukasnya.
(tia/wes)