Kabar kepergian Hilman Hariwijaya membawa duka yang mendalam bagi keluarga dan kerabat terdekatnya. Melalui cerpen Lupus yang pertama kali rilis di Majalah HAI, ceritanya menjadi pembuka bagi genre remaja yang ada saat itu.
Hal itu diungkap oleh Editor Fiksi Gramedia Pustaka Utama (GPU), Vera Kresna, kepada detikcom.
"Iya, (Lupus) jadi pembuka genre bagi cerita remaja yang nyablak, ngomong bahasa sehari-hari gue elu," tuturnya.
Di masa itu, cerita dan novel-novel yang ramai dibaca adalah cerita roman dengan menggunakan bahasa baku. Ketika serial novel Lupus terbit, Hilman mempopulerkan bahasa kata 'in' di akhir kata kerja.
Misalnya saja kata 'masuk' ditambahkan 'in' menjadi 'masukin'. Atau kata tolong ditambahkan kata 'tolongin' pun menjadi viral dan booming.
Kalimat itu dianggap nyeleneh dan menjadi populer di tengah bahasa baku di karya sastra. "Saat itu tuh lucu kan ya, sampai Lupus difilmkan," katanya.
Serial novel Lupus saat itu juga menjadi salah satu karya yang paling banyak laku terjual dengan total sebanyak 800 ribu eksemplar. Jika diakumulasi menjadi satu juta lebih eksemplar yang sukses terjual.
Dari serial utama Lupus, Hilman mengembangkan cerita lainnya. Ada serial Lupus lainnya, serial Olga, serial Lulu atau adiknya Lupus. Hilman juga melakukan duet kepenulisan degan Boim Lebon untuk menulis Lupus ABG dan Lupus Kecil.
Gusur Adhikarya juga beberapa kali menulis cerita bersama dengan Hilman. Mulai dekade 1990-an, penulis lainnya mulai bermunculan dan karya dengan genre pembaca anak muda menjamur, di antaranya Gola Gong sampai Budi Lantang.
Hilman tercatat sebagai pembuka bagi karya novel yang ringan dan khas anak muda. Vera menyebutkan Hilman mendobrak batas dan kelaziman yang ada di industri buku.
Simak Video "Sahabat Sebut Hilman Hariwijaya Sempat Alami Stroke Ringan"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/dar)
