Nobel Sastra 2018 diraih oleh Olga Tokarczuk asal Polandia sementara Nobel Sastra 2019 diberikan kepada penulis asal Austria, Peter Handke. Tokarczuk dinilai sanggup menghadirkan 'sebuah imajinasi naratif, dengan hasrat ensiklopedis, yang mewakili persimpangan batas sebagai bentuk dari kehidupan'.
Olga Tokarczuk ternyata bukan nama baru dalam dunia sastra. Pada 2018 lalu, ia memenangkan Man Booker International untuk novel bertajuk 'Flights'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah tersebut tak hanya berhasil mencuri hati, namun juga menunjukkan apa artinya menjadi seorang musafir, pengembara, sebuah tubuh yang bergerak, tak hanya di dalam sebuah ruang, namun juga melintasi waktu.
"Ketika saya menyerahkan naskah ke pihak penerbit, mereka langsung menghubungi saya kembali dan bertanya apakah mungkin saya salah mengirimkannya dengan data-data di komputer saya. Karena yang saya kirimkan bukan novel," ujarnya saat diwawancara oleh New Yorker terkait 'Flights'.
Olga Tokarczuk tak hanya dikenal sebagai penulis, namun juga aktivis. Selain 'Flights', ia juga dikenal lewat novel-novel seperti 'The Moment of the Bear', 'Jacob's Scriptures', hingga novel terbaru yang dirilis 2018 lalu, 'Bizarre Stories'.
Tokarczuk pun tak luput dari kontroversi. Ia bahkan pernah diserang oleh asosiasi Patriot Nowa Ruda, dan meminta dewan kota mencabut kewarganegaraan kehormatan yang diberikan kepada Tokarczuk, karena dianggap mencoreng nama baik Polandia. Karya sastra dan pernyataan publiknya dianggap berbeda dengan sejarah politik Polandia.
Namun dalam pembelaannya, Olga Tokarczuk menyebut dirinya sendiri sebagai patriot sejati, dan berbalik menyerang kelompok yang telah melecehkannya dan menyebut tindakan xenofobik dan rasis tersebut berbahaya bagi Polandia dan citra di mata dunia.
(dal/nu2)