Barangkali tak banyak yang tahu bahwa jauh sebelum dikenal luas sebagai presenter acara kuliner di televisi yang mempopulerkan celetukan "maknyus", nama Bondan Winarno (1950-2017) cukup berkibar di panggung penulisan cerita pendek di Tanah Air. Cerpennya yang berjudul 'John Charles Showerd' masuk dalam antolologi besar Cerita Pendek Indonesia yang disusun oleh Satyagraha Hoerip. Antologi tersebut terdiri atas empat jilid, terbit pertama kali pada 1979, dan karya Bondan termuat pada buku jilid yang keempat.
Menulis cerpen di sela-sela kesibukannya sebagai wartawan, pemimpin redaksi, menulis kolom traveling dan kuliner "Jalansutra", dan menulis sejumlah buku laporan investigasi jurnalistik, Bondan dengan nada merendah mengatakan bahwa cerrpen-cerpennya "bukan karya sastra". Melainkan, "hanyalah sebuah tulisan saja, tak lebih dan tak kurang". Namun, faktanya, selain namanya diperhitungkan dalam antologi Cerita Pendek Indonesia, cerpen-cerpennya juga menjadi langganan masuk dalam buku tahunan kumpulan Cerpen Terbaik Pilihan Kompas, sejak harian tersebut menerbitkannya pada 1993.
Pada 2005, Bondan menerbitkan buku kumpulan cerpennya sendiri, berjudul 'Pada Sebuah Beranda: 25 Cerpen Bondan Winarno'. Tahun ini, buku tersebut dicetak ulang oleh Penerbit Noura Books (Mizan Group), dan berganti judul menjadi 'Petang Panjang di Central Park'. Tak kurang dari Goenawan Mohamad memuji bahwa banyak cerita yang dihasilkan Bondan lebih enak diikuti ketimbang novel-novel penuh filsafat atau cerita penuh problem sosial yang isinya cukup berharga dan bermanfaat tapi tak kunjung bisa memikat dari awal.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita pendek karya Bondan juga mengangkat tema-tema percintaan, perselingkuhan, juga kenangan masa kecil yang tak terlupakan. Cerpennya yang berjudul 'Abus' misalnya, merekam kenangan seorang bocah yang "terpaksa" belajar mengaji pada seorang guru tua yang galak dan tak disukainya. Cerpen ini merupakan salah satu karya Bondan Winarno yang akan mudah disukai pembaca, dan meninggalkan kesan yang kuat dan gema yang panjang di benak siapapun yang membacanya.
Sebagai pencerita yang piawai, Bondan bertutur dengan bahasa yang sederhana, mengalir lancar, dan tidak njelimet. Kecakapan bertuturnya itu menjadi kekuatan cerita-ceritanya hingga memikat dari awal sampai akhir, tanpa membebani pembaca dengan gagasan-gagasan besar. Uniknya, cerpen-cerpen Bondan justru jauh dari dunia kuliner yang di kemudian hari membuatnya sangat terkenal dengan celetukan "maknyus"-nya itu. Namun, apapun yang ditulisnya, ia mengolahnya dengan "maknyus". Selamat jalan, Pak Bondan!
Saksikan video 20detik untuk melihat karya Bondan Winarno di sini: (mmu/doc)