Sebut saja seperti puisi 'Aku', 'Dari Krawang ke Bekasi', dan lain-lain. Bukan hanya kata-kata yang sendu tapi makna sentimentil yang ada di baliknya.
Kisah Chairil bersama sahabat-sahabat perempuannya dan sang istri Hapsah terangkum dalam jejak dokumentasi sebuah buku. Sebelum menonton pertunjukan teater 'Perempuan Perempuan Chairil' yang berlangsung pada 11-12 November, yuk baca dulu buku-buku ini:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Demi menggarap sebuah buku biografi sosok penyair kenamaan, Hasan Aspahani membaca sampai 30 buku dan memfotokopi 400 lembar.
Dikutip dari Goodreads disebutkan biografi Chairil disebutkan: Chairil adalah personalitas yang terbelah. Ia punya sajak Aku, yang menjadi suluh di kerak malam, yang membangun ketangguhan dalam situasi ketika racun berada di reguk pertama/membusuk rabu terasa di dada/tenggelam darah dalam nanah.
Tapi Chairil juga mendedahkan Cemara Menderai Sampai Jauh. Kepasrahan pada hidup yang rapuh, yang hanya menunda kekalahan, sebagaimana kekalahannya dalam menaklukkan Ida, Sumirat, dan Hapsah. Chairil tak sempat menyaksikan bukunya terbit, apalagi menerima royalty, tak pernah tahu karya-karyanya dikaji dan dikenang hingga kini. Chairil tak pernah bisa pulang pada Hapsah, pada Evawani, dua perempuan terakhir dalam tarikh singkatnya.
Ini adalah kisah penyair kenamaan Indonesia yang telah menjadi milik semua orang. Sebuah biografi tentang kisah di balik puisi serta renjana hatinya. Chairil mungkin mati muda, dalam usia 27 tahun, tapi nyala dan tenaga hidup sajak-sajaknya, akan terus hidup 1000 tahun lamanya.
2. Novel Fiksi 'Ini Kali Tidak Ada yang Mencari Cinta' Karya Sergius Sutanto
![]() |
Novel ini memotret pemberontakan batin Chairil Anwar di tengah amukan cinta dan cita-cita. Serta skandal penjiplakan beberapa sajak yang mengguncang kesusasteraan Tanah Air di era 1950-an.
Kisah ini juga mengungkapkan tabir dendam yang disimpan Chairil selama bertahun-tahun. Dendam yang akhirnya membuat hidup sang penyair senantiasa gamang dan merasa terbuang sebagai 'Binatang Jalang'.
Sang penulis Sergius Sutanto sebelumnya pernah menerbitkan 'Hatta, Aku Datang karena Sejarah' (2013). Serta 'Mangun: Sebuah Novel' (2016) yang menceritakan kisah hidup Romo Mangunwijaya dan perjuangannya untuk kaum terpinggirkan.
(tia/tia)