Karya-karya Jeihan Sukmantoro di dekade 1980-an memicu ledakan harga lukisan. Sejak tahun 1960, eksistensi perupa yang berdomisili di Bandung itu makin menanjak sampai sekarang. Selama dekade terakhir, Jeihan terus menerus menggali esensi dan nilai hidupnya dengan jalan seni.
Buku 'Jeihan: Maestro Ambang Nyata dan Maya' menceritakan banyak hal. Perkenalan dan hubungan antara Jeihan Sukmantoro dan Mikke Susanto selama lebih 4 tahun tersebut, selain menghasilkan aktivitas pameran terkurasi, juga catatan yang terkait dengan aktivitas hidup dan seni Jeihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: Bergaya Abstrak, Irfan Hendrian Tetap Gunakan Kertas di Pameran Terbaru
Ada 14 bab khusus yang disajikan dengan pola hidup Jeihan sebagai pelukis dan pribadi yang khas. Bagian utama dalam buku tersaji pemikiran khas Jeihan tentang kehidupannya di ambang dunia realitas dan non-realitas. Hidupnya kaya talenta seni (rupa dan sastra) sekaligus mengalami dinamika yang luar biasa.
"Jeihan menjadikan dunia Jawa (bernafaskan budaya Hindu), Islam dan Barat bersatu padu di dalam jiwanya. Melukis dan berpikir menjadi satu sepanjang hidupnya," lanjut Mikke lagi.
Saat peluncuran buku 'Jeihan: Maestro Ambang Nyata dan Maya', rencananya akan hadir pula para seniman dan pakar seni. Di antaranya adalah Tisna Sanjaya (perupa dan staf pengajar ITB), Prof. Jacob Sumardjo (budayawan), Nasirun (perupa), HM. Nasruddin Anshoriy Ch. (penulis dan pengasuh Pesan Trend budaya Ilmu Giri, Yogyakarta) dan KH. Zawawi Imron (penyair) diminta sebagai pembahas saat peluncuran buku. Dua guru besar seni, Prof. Endang Caturwati dan Prof. Dr. Wiendhu Nuryanti akan turut menyemarakkan acara sebagai komentator.
Buku 'Jeihan: Maestro Ambang Nyata dan Maya' sudah tersedia di toko buku sejak 22 Mei lalu.
(tia/doc)