Sejumlah penerbit di Tanah Air pada 2016 meluncurkan proyek untuk merilis ulang karya-karya sastra lama yang menjadi banyak pembicaraan pada zamannya, dan terus bergema hingga ke masa setelahnya, namun kini telah langka di pasaran. Grup penerbit Diva Press misalnya, menerbitkan ulang karya-karya Danarto, baik berupa novel, kumpulan cerpen maupun kumpulan kolom, tentu saja dengan kemasan yang baru. Demikian juga dengan penerbit Noura Books, yang merupakan anak perusahaan dari grup Mizan melakukan hal yang sama dengan menerbitkan ulang karya-karya lama, dari para sastrawan ternama seperti Budi Darma dan Kuntowijoyo.
Tentu saja, kepedulian untuk menerbitkan ulang karya-karya lama yang kini telah sulit didapatkan di pasaran agar bisa dibaca oleh generasi pembaca yang baru bukan hanya monopoli penerbit-penerbit besar. Penerbit "indie" seperti Mata Angin dan EA Books di Yogyakarta juga melakukannya. Berikut ini bagian kedua (habis) dari rangkaian tulisan redaksi detikHOT yang merekomendasikan buku-buku lama yang terbit ulang, dan perlu dibaca oleh generasi sekarang:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
4. 'Orang-orang Bloomington' karya Budi Darma
Pembicaraan mengenai dunia penulisan cerpen di Indonesia tak akan pernah bisa lepas dari 3 nama: Putu Wijaya, Danarto dan Budi Darma. Ketiganya dinilai memiliki kecenderungan yang sama, yakni menampilkan cerita-cerita sebagai suatu rentetan "kesan" yang berkesinambungan, dan bukannya plot serta karakter dalam definisi konvensional. Beruntung bagi generasi sekarang yang tak mengalami masa ketika buku fenomenal Budi Darma pertama kali terbit, tahun 2016 lalu penerbit Noura Books merilis ulang 'Orang-orang Bloomingtoon'; inilah salah satu buku kumpulan cerpen yang akan terus abadi dalam setiap obrolan mengenai cerita pendek Indonesia.
Buku ini punya riwayat panjang, diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Sinar Harapan pada awal dekade 80-an, dan sempat terbit ulang oleh Penerbit Metafor. Publik pembaca sastra akan selalu mengenang buku ini karena keanehan cerita-ceritanya, juga kesegaran napasnya dalam sastra di Tanah Air. Cerpen-cerpen Budi Darma dalam buku ini mengalir panjang, berkisah tentang manusia-manusia di kota Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, tempat dia dulu menempuh pendidikan pada dekade 70-an. Kontras dengan sosok penulisnya yang terkesan pendiam, alim dan santun, cerpen-cerpen dalam buku ini bergerak liar, 'semaunya sendiri', brutal dan tak terkontrol.
Menurut penulis novel 'Cantik itu Luka' dan 'Lelaki Harimau' Eka Kurniawan, buku ini bukan hanya salah satu kumpulan cerpen terpenting melainkan juga dengan caranya sendiri memberi jalan baru kesusastraan Indonesia. Pembaca lama akan bertemu lagi, dan pembaca baru akan diperkenalkan dengan, Joshua Karabish ("kepalanya yang benjol, matanya yang selalu tampak akan melesat dari sarangnya, dan mulutnya yang seolah-olah tidak dapat dikatupkan), Orez ("umurnya masih 5 tahun lebih 3 bulan, tapi karena dia baik istri saya maupun saya sudah sering pindah pekerjaan, dan pindah apartemen delapan kali"), hingga Ny. Elberhart ("dia menark perhatian saya ketika pada suatu hari dia menuduh tukang pos menggelapkan suratnya").
Sejak pertama terbit, 7 cerita yang dihimpun dalam antologi ini "sukses memukau pembaca lintas generasi" melalui permasalahan yang diangkat, emosi-emosi terdalam manusia. Dan, sekarang giliran generasi kamu membacanya!
5. 'Sarapan Pagi Penuh Dusta' karya Puthut EA
Naman Puthut EA, bagi generasi sekarang, barangkali lebih dikenal sebagai sosok di balik munculnya website opini terkenal bernama Mojok. Agak jauh sebelum itu, ada masanya ketika ia dikenal sebagai nama baru yang sangat produktif dalam dunia penulisan cerita pendek Indonesia, khususnya dari khasanah yang disebut sebagai "sastra koran". Cerpen-cerpennya menarik perhatian karena mengangkat isu keseharian dengan bahasa yang bersahaja namun memiliki kekuatan yang berbeda dengan para pendahulunya yang menonjol, sebutlah misalnya Agus Noor atau Yanusa Nugroho.
'Sarapan Pagi Penuh Dusta' lahir dari masa kejayaan penerbit buku Yogyakarta era 90-an. Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Jendela, kini kumpulan cerpen ini dirilis kembali oleh penulisnya sendiri yang mendirikan penerbit bernama EA Books.
Sebanyak 15 cerita dalam buku ini bernada muram, gelap, sedih khas Puthut AE yang selalu membuat pembacanya rindu. Sebagian besar pada dasarnya adalah kisah cinta, namun apapun temanya penulis selalu menyuguhkan petualangan kata-kata yang memikat dan penuh kejutan. Cerpen berjudul 'Sarapan Pagi Penuh Dusta' yang menjadi judul kumpulan ini misalnya, berkisah tentang seorang gadis yang selalu menyiapkan 'dusta' setiap kali pulang dan bertemu ibunya; dusta tentang seorang pacar yang siap menikahinya.
6. 'Petang Panjang di Central Park' karya Bonda Winarno
Ketika terbit pertama kali oleh penerbit Jalansutra pada 2005, buku ini berjudul 'Pada Sebuah Beranda: 25 Cerpen Bondan Winanrno'. Ya, kamu tak salah baca, ini Pak Bondan yang "mak nyus" itu. Barangkali di antara kamu ada yang belum tahu, bahwa jauh sebelum dikenal sebagai pembawa acara kuliner di televisi, Bondan Winarno termasuk nama yang cukup diakui dalam penulisan cerita pendek di berbagai media massa. Tak kurang dari Goenawan Mohamad memuji, bahwa banyak cerita yang dihasilkan Bondan lebih enak diikuti ketimbang novel-novel penuh filsafat atau cerita penuh problem sosial yang isinya cukup berharga dan bermanfaat tapi tak kunjung bisa memikat dari awal. Bagi GM, demikian panggilan akrab penyair dan penulis Catatan Pinggir itu, Bondan kembali pada hal yang paling dasar bagi semua cerita, yakni kecakapan bertutur yang memikat dari awal sampai akhir.
Mau bukti? Bacalah 25 cerita yang diterbikan kembali oleh Noura Books ini, dengan judul baru 'Petang Panjang di Central Park'. Bondan sendiri dengan nada merendah dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa cerpen-cerpennya bukanlah karya sastra; mereka hanyalah tulisan, tak lebih dan tak kurang. "Cerpen-cerpen saya terlahir tanpa obsesi apa-apa, tanpa pesan apa-apa. Mereka hanya buah pena," katanya. Makin penasaran?
(mmu/mmu)











































