Sejumlah penerbit di Tanah Air pada 2016 meluncurkan proyek untuk merilis ulang karya-karya sastra lama yang menjadi banyak pembicaraan pada zamannya, dan terus bergema hingga ke masa setelahnya, namun kini telah langka di pasaran. Grup penerbit Diva Press misalnya, menerbitkan ulang karya-karya Danarto, baik berupa novel, kumpulan cerpen maupun kumpulan kolom, tentu saja dengan kemasan yang baru. Demikian juga dengan penerbit Noura Books, yang merupakan anak perusahaan dari grup Mizan melakukan hal yang sama dengan menerbitkan ulang karya-karya lama, dari para sastrawan ternama seperti Budi Darma dan Kuntowijoyo.
Tentu saja, kepedulian untuk menerbitkan ulang karya-karya lama yang kini telah sulit didapatkan di pasaran agar bisa dibaca oleh generasi pembaca yang baru bukan hanya monopoli penerbit-penerbit besar. Penerbit "indie" seperti Mata Angin dan EA Books di Yogyakarta juga melakukannya. Redaksi detikHOT merekomendasikan buku-buku lama yang terbit ulang, dan perlu dibaca oleh generasi sekarang. Berikut bagian pertama dari dua rangkaian tulisan:
1. Pasar (dan 'Dilarang Mencintai Bunga-bunga') karya Kuntowijoyo
Namanya selalu dikaitkan dengan sebuah cerita pendek berjudul 'Dilarang Mencintai Bunga-bunga' yang menjuarai Sayembara Cerpen Majalah 'Sastra' pada 1968. Pada 1992, buku kumpulan cerpen dengan judul yang sama diterbitkan oleh Pustaka Firdaus. Hingga kemudian pada 2016, Noura Books (grup Mizan, Bandung) menerbitkannya kembali untuk generasi pembaca di era digital sekarang ini.
Penerbitan kembali buku kumpulan cerpen tersebut layak disambut gembira. Namun, yang juga tak kalah menggembirakan, pada saat yang sama sebuah penerbit indie di Yogyakarta, Mata Air, juga menerbitkan ulang salah satu novel Kuntowijoyo yang fenomenal, berjudul 'Pasar'. Novel ini terbit pertama kali pada 1971, diterbitkan ulang oleh Bentang pada 1995 dan sempat cetak ulang pada 2002, dan kini hadir lagi setelah limabelas tahun.
Layaknya karya-karya Kuntowijoyo, 'Pasar' mengangkat sebuah dunia 'udik' kehidupan sederhana orang-oran biasa yang hidup di kampung. Dan, sesuai dengan judulnya, pasar menjadi panggung utama drama kehidupan yang menginspirasi sastrawan yang juga dikenal sebagai sejarawan yang telah meninggal dunia pada 2005 tersebut. Pembaca diperkenalkan dengan sang Mantri Pasar, sosok pegawai rendahan yang berdedikasi dan sangat mengangungkan nilai-nilai tradisi Jawa, dan harus menghadapi perubahan zaman. Perbenturan antara nilai-nilai lama dan baru itu menimbulkan konflik. 'Dunia baru' itu diwakili sosok Kasan Ngali, salah seorang pedagang, yang membangkang tak mau membayar karcis retribusi pasar yang dikelola oleh Pak Mantri.
Di tengah konflik tersebut, ada sosok Zaitun, penjaga bank pasar, seorang perempuan yang selama ini diperhatikan oleh Pak Mantri. Ketika konflik dengan Kasan Ngali semakin terbuka dan meluas, Pak Mantri pun berharap Zaitun mendukungnya. Namun, apa boleh buat, rupanya zaman memang sudah tak berpihak padanya.
2. Gergasi (dan 'Ikan-ikan dari Laut Merah') karya Danarto
Nama yang satu ini tergolong produktif dalam panggung penulisan cerita pendek. Danarto telah menerbitkan 5 buku kumpulan cerita sejak era 70-an dengan 'Godlob' yang fenomenal, kemudian disusul berturut-turut 'Adam Makrifat', 'Berhala', 'Gergasi', dan terbaru 'Kacapiring' pada 2005. Dua judul yang disebut terakhir itulah yang diterbitkan ulang oleh Diva Press.
'Gergasi' dipertahankan judulnya, sedangkan 'Kacapiring' berubah menjadi 'Ikan-ikan dari Laut Merah'. Dua-duanya terbit ulang dalam desain sampul yang menarik dan lebih "menjual". Semoga langkah ini menjadi pintu masuk yang efektif untuk menggoda minat generasi pembaca baru pada karya-karya Danarto yang kaya akan perlambang, khususnya dari dunia batin orang Jawa, dan alam pikiran mistis Islam.
Dengan bahasa yang terkesan santai, tangkas, to the point, tanpa berusaha untuk berindah-indah, Danarto mengalirkan cerita-ceritanya yang rumit dan tokoh-tokohnya yang tak biasa. Dalam 'Gergasi' yang berisi 13 cerita, pembaca dipertemukan misalnya dengan seorang ibu rumah tangga modern yang bisa hadir di dua tempat sekaligus dalam waktu yang bersamaan, dalam cerpen 'Rembulan di Dasar Kolam'. Sedangkan dalam kumpulan Ikan dari Laur Merah, yang berisi 18 cerita, pembaca bertemu dengan sosok bocah yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad, dan punya kebiasaan mengantarkan ikan kepada Kanjeng Rasul, dalam cerpen yang dijadikan judul untuk kumpulan ini.
3. Dunia Sukab (dan 'Negeri Kabut') karya Seno Gumira Ajidarma
Apalah arti sebuah nama, apalagi jika itu tokoh fiktif belaka. Namun, menjadi teka-teki yang mengundang rasa penasaran juga, mengapa Seno Gumira Ajidarma gemar menamai tokoh cerpennya dengan Sukab? Buku ini memberi jawabannya, dan melacak sejauh yang bisa dilacak penulisnya sendiri, kapan pertama kali nama Dukab muncul dalam cerpennya. 'Dunia Sukab' pertama kali diterbitkan oleh Kompas pada 2001, dan kini diterbitkan ulang oleh Noura Books. Dengan sampul baru bergambar ilustrasi seorang pria berpeci duduk di atas lincak di sebuah warung dengan ekspresi kocak, orang mudah menyangka ketika melihatnya di toko buku, ini adalah kumpulan cerita humor.
Dibandingkan dengan kumpulan 'Sepotong Senja untuk Pacarku' (Gramedia Pustaka Utama, juga terbit ulang tahun 2016), 'Dunia Sukab' barangkali memang kurang terkenal. Namun, secara isi, sebenarnya tak kalah menarik. Tujuhbelas cerita, dengan semua tokohnya bernama Sukab, namun memiliki pengalaman dan menghadapi berbagai kejadian dan peristiwa yang berbeda-beda. Jadi, siapa sebenarnya Sukab?
Pada saat yang sama, penerbit Grasindo juga merilis ulang salah satu kumpulan cerpen Seno yang menarik perhatian pembaca sastra Indonesia, yakni 'Negeri Kabut'. Oleh penulisnya, buku ini diklaim berisi "cerpen-cerpen yang selalu ingin saya tulis". Dalam testimoni selengkapnya untuk edisi pertama buku ini pada 1996, Seno mengatakan, "Sebenarnya saya tidak pernah ingin menulis cerpen-cerpen seperti dalam Saksi Mata --cerpen-cerpen itu dilahirkan oleh keadaan. Cerpen-cerpen yang selalu ingin saya tulis, adalah seperti yang terkumpul dalam Negeri Kabut ini."
Tak salah, jika bersama dengan 'Dunia Sukab', 'Negeri Kabut' diterbitkan kembali "untuk ikut merayakan gairah baca generasi baru Indonesia kini".
(mmu/mmu)