Tak Ada New York Hari Ini, Perlawanan Aan Terhadap Narasi Tunggal Amerika

Laporan dari Jerman

Tak Ada New York Hari Ini, Perlawanan Aan Terhadap Narasi Tunggal Amerika

Andi Saputra - detikHot
Minggu, 23 Okt 2016 10:23 WIB
Foto: Andi Saputra
Frankfurt - Film 'Ada Apa Dengan Cinta? 2' laris manis di pasaran. Salah satu kekuatan film itu adalah deretan puisi Rangga, yang dibesut oleh pujangga Aan Mansyur.

"Saya selalu kasihan lelaki Holywood selalu menjadi center dunia," kata Aan di sela-sela diskusi di Frankfurt Book Fair 2016 yang digelar di Frankfurt Messe, Jerman, Sabtu (22/10/2016).

Perlawanan narasi tunggal atas tafsir dunia sangat terasa dalam berbagai puisi Aan Mansyur. Lelaki sejati dan lelaki sempurna selalu didefinisikan tunggal oleh Amerika Serikat seperti tinggi, langsing, ganteng, kaya, ramah dan sebagainya. Narasi tunggal AS juga berpengaruh ke segala hal dari sastra, film, politik hingga hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Tidak ada New York Hari Ini
Tidak ada New York Kemarin
Aku sendiri dan tidak berada di sini
Semua orang adalah orang lain'

Sepenggal puisi di atas menggambarkan penolakan kekuasaan Amerika Serikat yang disimbolkan dengan New York dalam hegemoni dunia. Penolakan itu pula yang tergambar dalam diri Rangga di film tersebut.

Tak Ada New York Hari Ini, Perlawanan Aan Terhadap Narasi Tunggal Amerika Foto: Gramedia Pustaka Utama


"Tidak ada New York, tidak ada hirarki kekuatan lelaki," ucap Aan.

Kekhawatiran narasi atau definisi tunggal dunia oleh sekelompok negara menjadi kekhawatiran Aan. Oleh sebab itu, Indonesia harus aktif dalam kancah dunia agar masyarakat Indonesia sendiri yang menceritakan tentang Indonesia. Hal itu untuk membendung pengaruh asing dalam mendefinisikan Indonesia.

"Kita terjebak untuk apa yang disebut bahayanya narasi tunggal. Kita didefinisikan orang terus-menerus, sementara kita sendiri yang tahu. Kita harus mendefinisikan kita," tutur Aan.

"Itu sangat berbahaya," tegas Aan.

Selain Aan, stan Indonesia juga menggelar rangkaian diskusi dengan berbagai penulis dari Indonesia seperti Seno Gumira Ajidarma, Goenawan Mohamad, Eka Kurniawan hingga Laksmi Pamuntjak. Salah satu diskusi Goenawan Mohamad yaitu bertema 'In Other Words' dan 'Words and Action'.

Goenawan banyak membongkar tentang gejala kekuatan bahasa baik Indonesia-Melayu mau pun bahasa Inggris, beragamnya bahasa di Indonesia, termasuk bahasa di Pulau Jawa dan bahasa di Papua. Bagaimana fenomena kekuatan teks puisi di tengah masyarakat. Mas Gun membongkar tentang berbahasa sekaligus kekuatannya.

Dalam dialog keseluruhan, terasa sekali Gunawan membeberkan diskursus yang masih dirasakan, di antara penyair dan masyarakat di satu sisi dan negara atau pun negara maju dan dunia global pada sisi yang lainnya. GM menilai Indonesia, Vietnam dan Pakistan belum menjadi pusat pengisahan di tengah peta dunia.

"Puisi itu tidak bisa diramalkan, seperti artis yang tidak bisa ditebak besok akan menikah dengan siapa," kata GM menyoal masa depan sastra puisi Indonesia. (asp/kmb)

Hide Ads