"Sekarang masih tahap riset. Saya lagi bolak balik ke Muaro Jambi, dari Yogyakarta atau dari Prancis," ujarnya ketika ditemui di Pusat Kebudayaan Prancis, IFI Jakarta, belum lama ini.
Perempuan asal Prancis yang berdomisili di Yogyakarta itu mengungkapkan setelah mitos dan budaya Jawa dipelajarinya selama lebih dua dekade, kini Muaro Jambi dipilihnya sebagai pelabuhan berikutnya. Menurutnya, ada beberapa alasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, dia belum mengetahui apakah karyanya akan terbit dalam bentuk prosa liris, novel, maupun karya non-fiksi. Semuanya masih dalam proses.
"Saya targetkan dua tahun lagi harus selesai," pungkasnya.
Elizabeth D.Inandiak dikenal sebagai sastrawan sekaligus jurnalis yang mampu menulis ulang lembaran demi lembaran karya sastra Jawa klasik 'Serat Centhini'. Karya fenomenal tersebut menjadi kontroversi karena cerita yang digubahnya ke dalam berbagai bahasa. Karya 'Centhini: Les chants de l'île à dormir debout' yang setebal 500 halaman mengantarnya meraih penghargaan dari Association des Ecrivains de Langue Française di tahun 2004.
Atas dedikasi di bidang sastra dan duta persahabatan Indonesia-Prancis, Inandiak menerima medali kehormatan Chevalier de la Légion d'Honneur dari Kementerian Kebudayaan dan Komunikasi yang diwakili Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corrine Breuzé, pada 2 September 2014 lalu. Bulan lalu, Inandiak baru saja menerbitkan 'Babad Ngalor Ngidul' tentang mitos lor (Gunung Merapi) dan kidul (Laut Selatan), serta membawanya tur keliling ke empat kota (Makassar, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta). (tia/dal)